Rasa Nusantara dan Harmoni Apik

0
798

perasaan

Nusantara. Geografis menyatakan sampai busur lintang  berapa letak batasmu.

Nusantara. Satu kata. Yang bermakna luas. Semua pun mengakui kamu itu luas.

Aku tidak pernah menyelusuri kamu seluruhnya. Lebih tepatnya, belum. Kesanggupan manusia itu terbatas. Itu alasannya. Menjelajahi kamu satu per satu pun, belum tentu Pencipta mengijinkan. Karena aku butuh restu dari-Nya. Meski begitu, setiap aku berada di suatu tempat, aku selalu menemukanmu. Aku juga mendapatkan kumpulan rasa dari memandangmu. Segala rasa yang ingin selalu kuucapkan. Tak terhitung rasa-rasa yang muncul dariku tentang kamu yang begitu luas dan tak terhingga. Sejujurnya, aku malas berhitung, tapi  aku rajin menikmatimu.

Kamu punya segala yang ada di aku. Segala yang tiba-tiba saja terbangun dan ingin lebih dibangunkan lagi. Segala yang hadir akibat pertemuan-pertemuan dengan mata tak terduga. Dan harmoni yang melemaskan sendi-sendi tulang tubuhku. Harmoni itu berbaur bersama keindahan yang dulu selalu berada di dalam angan-anganku. Tuhan itu baik, karena Dia menjaga itu semua begitu erat dan rapi. Syarafku  bagai dikejutkan secara perlahan dan bebas. Kejutan yang tidak membuat jantungku berdetak kencang, malah jantungku berjalan dengan tenangnya.

Satu kata paling utama. Yaitu. Seni. Apa yang kamu miliki, aku pun memilikinya, walau itu tak terlihat. Mungkin, waktu 17 tahun tersebut telah berhasil membekukan peredaran sel-sel darahku, sehingga aku sempat tak ada. Seluruh seni menemukan aku dan kamu di saat satu demi satu lepas dari genggamanku. Kamu datang bagaikan cahaya yang meluncur dari puncak gunung Jaya Wijaya. Bersinar seraya menari bersama bola-bola kristal yang turut berpijar penuh warna-warni. Dan seni mengungkapkan semua secara mengindik-ngindik, seolah-olah tidak ingin diketahuiku.

Kini, nusantara mengejarku dengan bisikan-bisikan nakalnya. Terkadang memelukku dari belakang seraya menghembuskan kalimat, “Hiduplah aku dan kamu.” Tak lama, bintang-bintang berbentuk komet meledek kita. Bulan sabit pun tersenyum bersembunyi dalam bingkainya. Awan-awan malam melukis dirinya begitu menggagumkan karena sengaja ingin menarik perhatian kita. Menyaksikan itu, Aku dan kamu tenang sekejap. Hening berlama-lama. Tak ada debu-debu kotor di kepala, pikiran, hati, dan tubuh. Semua putih. Seluruhnya berkolaborasi apik.

Kamu bukan satu. Aku pun bukan satu.

Kamu ada di mana-mana karena namamu Nusantara, sedangkan aku ada di mana-mana karena kamu.

*Sumber gambar: tak sinkron , pastinya diambil dari salah satu keinginan-keinginan yang berjajar di tembok suatu tempat rehabilitas narkoba