Andrian Ishak dan Molecular Gastronomy

0
1112
Andrian Ishak by Anggara Mahendra

Banyak hal di dunia ini yang masih terpendam dan rasanya setiap senti dari isi bumi adalah harta karun. Yang tersibak secara bertahap pada setiap generasi dan zaman. Rentetan waktu dan yang bernyawa maupun tidak, merangsang penemuan mutakhir yang selalu saja berkaitan. Misalkan saja molecular gastronomy yang lahir dari sains dan memberikan pengalaman multisensory.

Molecular gastronomy (Gastronomi molekuler) memang bukan barang baru, sebab penemuan maupun pemikiran, tercipta dari sesuatu yang telah ada. Ilmu boga berhasil dinikahkan dengan ilmu fisika dan kimia yang mempengaruhi psikologis manusia. Molecular gastronomy adalah disiplin ilmu mengenai transformasi fisika dan kimia pada proses masak konvensional sehingga dikembangkan teknik masak yang baru.

Ditemukan oleh Nicholas Kurti dan Hervé This pada tahun 1992. Jauh sebelum itu, sekitar 500 SM, Heraclitus, filsuf Yunani, mengatakan bahwa unsur utama di alam adalah api, bumi, dan air. Ketiga elemen tersebut terkait penemuan selanjutnya dan terus berkembang, dari tahun 1650, Otto von Guericke dengan vacuum pump-nya, sampai pada tahun 1977, Ilya Prigogine memenangkan nobel berkat Struktur Disipatif dalam Sistem Termodinamika Jauh Dari Kesetimbangan.

Kemudian muncul Marie-Antoine Carême yang bisa saja pelopor gastronomi molekuler, sebab pada awal abad ke-19, ia mengatakan, “The broth must come to a boil very slowly, otherwise the albumin coagulates, hardens; the water, not having time to penetrate the meat, prevents the gelatinous part of the osmazome from detaching itself.”

Namun pada era modern, setelah Nicholas Kurti dan Hervé This menemukan Molecular gastronomy, industri kuliner dunia menjadi ramai berinovasi menggunakan teknik ini. Di Indonesia, pada tahun 2012, Andrian Ishak mendirikan restoran Namaaz Dining yang menyajikan makanan berkonsep Molecular gastronomy. Bisa dibilang, Andrian adalah pelopor restoran gastronomi molekuler di Indonesia.

Andrian Ishak in TEDx Talks

Mengapa molecular gastronomy?

Di atas merupakan pertanyaan pertama yang saya ajukan kepada Andrian Ishak. Dari banyaknya nama chef yang tampil di Kitchen Stage, Ubud Food Festival (UFF) pada tanggal 13 – 15 April 2018, saya lebih tertarik Andrian Ishak dibandingkan para pemasak lainnya. Sebab, di kepala saya, untuk menghidangkan makanan saja, ia rela direpotkan peralatan dan observasi di laboratoriumnya yang berada di Namaaz Dining.

Melalui molecular gastronomy, Andrian mengaku, ia bisa mengekspresikan jiwa seninya dan mengeksplorasi budaya Nusantara. Musik dan melukis, dua hal yang ternyata adalah awal karirnya. Memilih profesi di dunia boga sebab ia menganggap makanan itu sendiri ialah seni. Sedangkan molecular gastronomy merupakan seni yang versinya rumit, karena mengedepankan multisensory.

Fungsi pengecap pada manusia, tidak hanya bekerja sendiri ketika proses menikmati makanan. Sebelum makanan masuk ke dalam tubuh, fungsi penglihatan dan penciuman sudah bekerja. Termasuk fungsi pendengaran. Pernah tahu Soto Gebraak yang terletak di Setiabudi, Jakarta Selatan? Pengunjung akan mendengarkan suara botol yang dibanting ke papan kayu oleh si penyaji. Hal ini menggerakan fungsi pendengaran dan hasilnya, memberikan sensasi berbeda.

Begitu pula hidangan molecular gastronomy, bahkan saat proses mengunyah, satu atau lebih fungsi indra tetap bekerja, memberikan pengalaman yang tidak biasa. Contohnya, Sonic seasoning yang dihadirkan Andrian saat UFF 2018 kemarin. Andrian memainkan gitar elektriknya saat para tamu menikmati menu yang disuguhkannya. Memangnya apa yang bikin pengalaman ini menjadi menarik, bukankah orang terbiasa atau pernah makan sambil mendengarkan musik?

Charles Spence, psikolog eksperimental, mengatakan bahwa suara dapat memberikan efek cepat atau lamban pada cara kita makan. Charles dan Chef Heston Blumenthal membuat toffee yang rasanya 10% lebih pahit ketika mendengar nada-nada rendah. Saat nada-nada dinaikan lebih tinggi, rasa toffee menjadi 10% lebih manis. Charles melakukan eskperimen ini dengan meminta orang-orang dari belahan dunia untuk memasang headphones. Di tengah menikmati toffee, nada-nada yang terdengar berubah menjadi rendah, beberapa lama kemudian menjadi tinggi, dan hasilnya terbukti, tingkat suara, rendah maupun tinggi, mampu mengubah persepsi rasa makanan dan perilaku orang saat makan.

Banyak observasi terhadap irama dan makanan yang terhubung dengan sinestesia, sebuah fenomena neurologis langka di mana stimulasi satu jalur sensorik menyebabkan pengalaman tak sadar di jalur kedua. Yang memberikan pengalaman unik dan berbeda.

Sonic seasoning hanyalah salah satu suguhan dalam molecular gastronomy, sajian visual makanan juga memberikan sensasi yang tidak biasa. Silahkan lihat gambar di bawah ini, siapa yang menyangka bahwa ini adalah makanan.

Opor Ayam – IG @andrianishak

Andrian menekankan bahwa menu-menu makanan yang dikreasikannya, menerapkan inovasi teknis memasak yang mengikuti disiplin ilmu, modern, dan menggunakan alat-alat yang baru. Istilah molecular gastronomy tidak tepatnya untuknya. Sebab, scientists menggunakan istilah tersebut untuk menggalang dana workshop tentang food science. “Saya bukan ilmuwan,” ujarnya.

Scientists do food for the sake of science, we are chefs, and do science for the sake of food,” lanjut Andrian Ishak.

Menurut Andrian istilah yang tepat ialah molecular cooking. Apa pun itu sebutannya, yang menjadi perhatian saya adalah bagaimana opor ayam bisa berubah menjadi alat-alat tulis. Ternyata bahan dasar yang digunakan ialah nitrogen cair yang dapat memberikan sensasi pada penampilan visual. Lalu, bagaimana caranya? Silahkan pelajari sendiri. Sebab, saya pun belum paham. Haha ….

Kembali pada soal eksplorasi dan apresiasi budaya, Andrian menciptakan dessert yang berbentuk gundu atau kelereng. Ingat, dong mainan anak-anak ini yang barangkali anak-anak zaman sekarang tidak pernah memainkannya atau mendengar namanya.

Seperti hidangan alat-alat tulis rasa opor ayam, lilin rasa pisang bakar, lipstik rasa kue celorot, dan bentuk-bentuk lainnya dengan rasa ikan pesmol, rujak, kambing guling, rambut nenek, pepes ikan, kue putu, dan lainnya, terlihat Andrian memang menyukai kuliner tradisional. Makanan sehari-hari yang telah lama disantap masyarakat Nusantara diangkat kembali. Orang-orang yang lahir pada tahun 1950-an sampai 1980-an akan terkenang masa kecilnya – dengan sajian menu berbentuk gundu. Orang-orang yang lahir setelah tahun 1990 akan mengenal mainan yang biasa dilakukan oleh orang tua, dan ini bisa menambah bonding buat mereka.

Gundu/Kelereng IG @andrianishak

Lalu, bagaimana cita rasa makanan yang penampilan visualnya berbeda dengan aslinya?

Andrian Ishak menjawab, “Molecular gastronomy tidak ada kaitannya dengan bumbu orisinal. Kuliner Nusantara sangat kaya ragam, dengan inovasi Kuliner Nusantara juga akan kaya penghargaan dan apresiasi dari masyarakat Indonesia bahkan internasional.”

Baginya, pedas hanya merupakan sensasi, bukan rasa, saat ini ia sedang develop konsep sensasi pedas pada makanan tanpa menggunakan cabai. Hmm, jika dilihat ekperimennya, terbayang betapa senangnya terus menambah wawasan dan belajar sains juga Kuliner Nusantara. Sebenarnya dalam dunia kuliner, Andrian sudah mengenalnya sejak kecil. Wajar karena orang tuanya memiliki usaha catering.

Katanya, berbagai macam teknik memasak, terpenting makanan itu harus bikin sehat dan bahagia. Teknik molecular cooking ini juga memperhatikan aspek nutrisi dari makanan agar tidak hilang. Kesulitan memasak dengan teknik tersebut, bagaimana menjaga esensi masakan tersebut supaya tidak kikis walaupun teksturnya diubah sedemikian rupa.

Sedangkan nitrogen itu sendiri, apakah  berbahaya buat kesehatan? Nitrogen itu 79% dari yang kita hirup sedangkan oksigen 21%. Menjadi cair karena direbus minus 906 derajat. Sebenarnya, asap itu adalah gas yang biasa dihirup manusia.

Molecular cooking tidak saja bisa dilakukan oleh orang-orang seperti Andrian, tapi para ibu rumah tangga juga bisa melakukannya di dapur mereka. Triknya  hanya menggunakan bahan-bahan yang biasa ditemukan di supermarket, lalu diolah secara kreatif.  Tidak semua teknik molecular gastronomy menggunakan bahan-bahan yang sulit ditemukan, sebagai contoh, tepung jagung atau dry ice. Ibu-ibu di rumah bisa mencoba dengan memasukan dry ice dan buah anggur ke dalam kotak styrofoam lalu tutup rapat dengan plastik wrap. Setelah enam jam, anggur tersebut akan bersoda dan selamat menikmati sensasinya.

Melalui konsep molecular gastronomy, Andrian Ishak bisa melatih dirinya untuk lebih kreatif. Barangkali saja, apa yang dilakukannya menular pada orang lain. Buat anak muda atau masyarakat yang ingin terjun ke dunia boga, Andrian bilang,“Jangan takut untuk berinovasi. Hajarrr!”

Sate Padang – Andrian Ishak

 

Rambut Nenek -Andrian Ishak

 

Pisang Bakar – Andrian Ishak

 

Chocolate – Andrian Ishak

 

 

 

Sumber Foto : Andrian Ishak in UFF 2018 by Anggara Mahendra

sumber tulisan:

 

Andrian Ishak Instagram @andrianishak

Restoran “Fun Dining” Namaaz Dining, Jl. Gunawarman No. 42, Kabayoran Baru, Jakarta Selatan