Mini Pertama:
Dia menarik nafas memandangi itu semua. Kemudian dibakar semua masa-masa itu.Tapi, dia masih menangis dan tak lepas. Sampai suatu hari, dia melihat “keindahan” yang membuat dirinya ingin kembali menari. Dalam satu hari, masa-masa yang telah terbakar itu terhapus bersih tanpa abu, apalagi jejak.
Ya, dia melihat keindahan bagaikan sedang berada di pasar dengan penjual-penjual ikan yang menari bersama begitu indahnya. Sebuah potret. Yang membuat pikiran-pikiran dan ingatan-ingatannya memenuhi isi kepala. Diamati dan diresap pemandangan di depan matanya. Ya…
Bakat itu. Akan selalu terlihat pada mereka yang benar-benar memiliki bakat dan masih terus mengasahnya.
Ekspresi. Itulah keseluruhan gerak dan tari. Segala hidup yang pernah hidup dan yang pernah hampir mati dan beberapa yang menjadi mati.
Mereka menari.
Dia menyaksikan potret yang kali pertamanya begitu indah seindah-indahnya,. Masa-masa disapu. Lalu dia tersadar, tak semua bisa “bersih” tersapu. Tak apa.
Untuk kali pertamanya selama puluhan tahun, dia berteriak, “Aku ingin menari…”
Penari akan selalu menari dan menjadi penari.
Mini Kedua:
Hampir segalanya tersimpan dalam potret-potret yang kami saja yang tahu. Orang lain tidak pernah melihat, apalagi tahu tentang cinta-cinta yang sengaja dibekukan ke dalam bingkai foto agar semuanya abadi. Meski, setelah foto bersama, masing-masing dari kami hidup dengan potret-potret yang porak-poranda.
Kehendak-kehendak kami mengaur di tengah jalan, mengelabui impian-impian sebelumnya. Kami tahu, namun sengaja kami biarkan. Kami ingin merasa suatu petualangan, walau akhirnya, tak jarang perjalanan tersebut membenturkan logika-logika dan perasaan-perasaan yang justru aneh bila “dibuang” begitu saja.
Itulah kami. Perempuan dan laki-laki dari masa ke masa. Semuanya terekam di kumpulan potret-potret dengan penilaian kami sendiri. Orang lain boleh menilai dalam bentuk bibir apa pun. Toh segala tangga-tangga kesuksesan pernah tergenggam, begitu pula tangga-tangga yang runtuh, lalu punah bersama kesadaran kami.
Orang pernah tertipu oleh potret-potret kami. Yang hadir dalam sebuah atau koleksi potret, belum tentu tampak seperti gambarannya. Terkadang kami berposisi dalam keadaan menggila, padahal kami berada di posisi kedataran yang paling datar. Terkadang juga kami terlihat berdiri tegak, santun, cakap, dan normal, padahal setelah itu, kami tertawa sekeras-kerasnya merayakan kegemilangan.
Potret. Kapan kami bisa memotret kalian secara sempurna tanpa trik dan sunting?
*Sumber foto: Dokumen Pribadi. Penari: Ninus, seorang arsitek muda dan juga penari berbakat.