Lemas tak ada kopi. Sudah kau periksa, adakah yang tertinggal di cangkirnya? ” Kosong,” jawabmu.
Kau baru saja pulang bekerja. Mencariku ke mana-mana. “Ah, secangkir kopi sialan!” ujarmu. Kau beli ribuan sachet kopi. tapi Kau hanya diam menatapnya. Kau mencariku lagi. Dalam dinding. Rimbunan cemara. Bulan yang sedang bersolek. hembusan Angin malam. Tapi aku masih tak muncul.
Kau menyelusup ke rumah kopi sebelah. Merampok 1 ton biji kopi. Kau giling dan seduh semua.
Kepulan asap berpesta. Kau hentikan mereka dengan menerobos sensasi. Satu jam kemudian, Kau beringsut letih. “Di mana perempuan pembuat kopiku?”
Bumi bergetar. dan berucap, “Terbeberlah!”. Tapi, kau tak menghiraukan semesta, detik ini pula, kau curi salinan bentukku. Terbayarkah jiwamu atas pencurian itu ?
Ah, kau semakin resah rupanya.
“Di mana kau? Tega dirimu membiarkan aku 1000 tahun sekarat,” gerammu.
Dan bumi berbisik,”Hemm..”
Sedangkan aku di dalam cangkir kopimu terakhir, mengambang hampir tenggelam di antara redam rasa kopi yang mengkilat kental, “Aku di sini, lelaki bodoh!” berteriak gemas sekali. Secangkir kopi masih penuh, kau tinggalkan begitu saja di kamarmu semalam. Kau lupa kita sedang bermain petak umpat. Dan kau tak pernah sadar aku bersembunyi di sana…