Apalagi jika kita bicara soal lapangan pekerjaan. Masih banyak perusahan-perusahaan di Indonesia memandang “miring” atas kemampuan kerja para disablitas ini. Para penerima kerja di perusahaan-perusahaan masih menganggap kemampuan bekerja orang-orang Difable, masih dibawah rata-rata orang normal. Bahkan, tidak banyak dari penerima kerja tersebut berpikiran, perusahaan akan mendapatkan kesulitan dari segi waktu, financial dan lain sebagainya, jika menerima pegawai yang hanya mempunyai keterbatasan tertentu.
Sudah jelas paradigma yang terjadi di Indonesia terhadap perlakuan orang-orang Difable ini salah besar. Saya suka melihat program-program TV inspiratif-mengangkat kisah-kisah para Difable. Seharusnya pola pikir kita sudah berubah setelah melihat tayangan di televise. Atau mungkin saja kita ini tidak pernah menyaksikan tayangan seperti ini di televisi.
Saya pernah menonton Acara Kick Andi Show yang menampilkan orang-orang tidak sempurna anggota tubuhnya-cacat. Ada seorang gadis muda, berusia sekitar 21 tahun-tidak memiliki kedua tangan. Diperlihatkan gadis muda itu bekerja disuatu yayasan para penyandang cacat-saya lupa namanya. Gadis itu begitu ceria dan mandiri. Dia mengerjakan semua pekerjaannya sendiri tanpa dibantu siapa pun. Dia pun pandai melukis dan lukisanya pernah dipajang Pameran Lukis Bagi Pelukis Disablitas.
Dilihat dari masa lalunya, gadis muda itu sewaktu masih bayi merah, ditinggalkan oleh orang tuanya di depan pintu Panti Asuhan. Tak lama dia diangkat anak oleh salah satu pekerja Panti Asuhan tersebut. Gadis muda itu mengaku sedih karena tidak pernah mengenal kedua orang tuanya. Namun kenyataan hidup sang gadis muda harus menerima realita, dia pun mengisi hal-hal positif dalam pola pikiran dan berani menantang masa depan untuk merubah hidup, walaupun keadaanya kurang sempurna.
Ini hanya salah satu contoh, ada lagi seorang pria yang tidak memiliki kedua kaki, tetapi bisa memimpin sangar menari dan lawak. Dengan keterbatasannya itu, dia bisa menghidupi keluarganya tanpa kekurangan apa pun. Dia percaya setiap manusia itu diberi kemampuan msing-masing untuk melewati batas, begitu pesan yang saya ambil ketika menonton acara tersebut.
Dua contoh tersebut telah membuktikan kepada kita dan sudah seharusnya kita dan Pemerintah membuka mata terhadap kehadiran mereka. mereka memang tidak sempurna, tetapi setiap dari mereka mempunyai kemampuan khusus yang luar biasa dan mampu menghidupi kehidupan mereka.
Balik lagi ke persoalan lapangan kerja. Menurut sumber berita, Artikel “Menanti Hak kerja Kaum Difable,”Media online KBR68H, Bursa Kerja yang membuka kesempatan bagi kaum Difable, kali pertama diadakan di Jakarta. Dan sekitar 80 lebih calon dengan kebutuhan khusus ini mengikuti bursa kerja yang digelar di Balai Kartini, 2011.
Dari cerita para calon pekerja Difable, mereka banyak meng-apply pekerjaan dan belum ada tanggapan sama sekali. Kalau tidak ditolong oleh kerabat atau teman-teman dekat mereka, mungkin sekarang mereka masih banyak yang menganggur. Dan bursa kerja ini sangat membuka kesempatan bagi mereka.
Menilik situasi seperti ini Pemerintah sudah semestinya membuka suara dan mengajak perusahaan-perusahaan besar dan kecil untuk mendukung dan menerima pegawai Difable di perusahaan mereka. Pemerintah dan masyarakat harus yakin, bahwa setiap manusia mempunyai kemampuan khusus tersendiri, baik dia bertubuh sempurna atau cacat. Karena Tuhan memberikan manusia kelebihan dan kekurangan dan di setiap kelemahan pasti ada berdiri suatu kemampuan atau keahlian luar biasa yang dimiliki setiap manusia.
Pemerintah pun harus menghilangkan peraturan, kebijaksanaan dan undang-undang yang mendekriminasikan kaum Difable. Seperti Undang-undang Nomor 34 tahun 1965 tentang Jasa Raharja junto Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 yang mengatakan, “ Jika kecelakaan terjadi karena disebabkan korban yang memiliki cacat badan, maka Jasa Raharja tak akan memberikan santunan”. Jelas ini peraturan asuransi yang hanya menguntungkan pihak asuransi saja dan amat merugikan bagi kaum Difable. Padahal orang-orang Difable mempunyai hak untuk mempunyai asuransi, tetapi jika begini keadaannya, buat apa mereka membuat asuransi.
Satu contoh lagi , Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, menyebutkan bila kaum difable sama dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial, pecandu narkoba, pekerja seks komersial, gelendangan, dan pengemis.
Contoh Undang-undang seperti di atas, membuat batas rintangan para Difable untuk berkegiatan lebih luas dan membuat stigma masyarakat yang tidak mendukung keberadaan mereka.
Jelas sudah mata hati masyarakat dan Pemerintah Indonesia masih memalingkan pandangannya terhadap penyandang cacat. Perbedaan ini cukup mencolok jika dilihat realita kehidupan penyandang cacat di Amerika sana.
Mereka-Kaum Difable-penyadang cacat mempunyai hak yang sama seperti kita, manusia yang bisa dibilang bertubuh sempurna. Baik itu soal fasilitas, kebutuhan, Undang-undang, pekerjaan dan lain-lainnya, bahkan persoalan cinta pun.
Dengan tulisan ini penulis berharap, kita semua bisa menghancurkan paradigma-paradigma negative secara bersama-sama.
Tuhan pun tidak pernah membeda-bedakan makhluk ciptaanya, mengapa kita sebagai manusia justru mendirikan perbedaan itu sendiri