“Too Much Love Will Kill You”
Benang merah film Toba Dreams persis judul lagu “Too Much Love Will Kill You” yang dibawakan grup band legendaris, Queen. Film berjudul “Toba Dreams” diadaptasi dari novel dengan judul yang sama dan ditulis oleh T.B. Silalahi. Sebuah novel yang laris manis. Tidak semua film yang ceritanya diambil dari sebuah novel mengikuti jejak “laris” seperti novelnya. Entah dengan film ini. Tapi saya tidak akan bicara soal itu, biarkan itu menjadi urusan produser, sponsor atau investor film ini. Dan saya lebih suka bicara “Too Much”.
Sinopsis
Toba Dreams bercerita tentang sebuah keluarga dengan pencampuran darah Batak dan Jawa. Sang ayah, Sersan Tebe Silalahi, yang diperankan Mathias Muchus, adalah seorang yang baru saja pensiun dari TNI AD. Masa depan ketiga anaknya harus mengikuti keinginannya atau paling tidak mengikuti tradisi keluarga:menjadi pendeta. Sersan Tebe Silalahi memang keras mendidik anak-anaknya, apalagi terhadap Ronggur, anak pertamanya – diperankan oleh Vino G. Bastian. Tebe Silalahi dan Ronggur merupakan 2 pribadi yang sama-sama keras. Tentu, sang ayah kesulitan mengatur Ronggur yang pengangguran dan tidak jelas.
Setelah pensiun, Tebe Silalahi tidak mau lagi menempati rumah dinas, karena menurutnya bukan lagi haknya untuk tetap menggunakan fasilitas negara. Dia mengajak seluruh keluarganya berkumpul dan mengajak pindah ke kampung halamannya, Balige, Danau Toba. Kedua anaknya, Sumurung dan Taruli menunduk karena tidak berani bicara. Lain halnya, Ronggur yang menentang keinginan bapaknya, meski setelah itu dibujuk oleh Ibunya. Ternyata, Ronggur berat meninggalkan kekasihnya, Andini yang diperankan oleh Marsha Timothy. Walau akhirnya, Ronggur tetap pergi bersama keluarganya ke kampung sang bapak.
Keindahan Danau Toba tidak mampu membuat Ronggur menetap di sana. Perasaan-perasaan tidak dianggap keluarga, pertentangan, ego sang bapak yang menyuruhnya menjadi Pendeta, dan kemiskinan, membuat dirinya tidak betah. Namun ada lagi perasaan yang tidak dapat dibendungnya, yaitu memenuhi janji untuk kembali ke Jakarta, kembali ke Andini. Mencari jalan kembali bertemu Andini didapatkannya. Meski Ronggur harus kabur dan hanya meninggalkan surat kepada keluarganya.
Sesampainya di Jakarta, Ronggur menemukan Andini bersama lelaki lain. Ayah dari Andini pun terkejut melihat kedatangan Ronggur dan suatu hari, ia dan lelaki itu menyuruh Ronggur pergi jauh dari Andini. Ayah Andini dan Lelaki itu sempat pula meremehkan Ronggur yang dianggap bukan lelaki ideal buat Andini karena tidak punya pekerjaan dan tidak kaya. Cerita terus bergulir. Demi cintanya, serta tidak ingin diremehkan lagi, Ronggur tanpa sengaja bertemu dengan kelompok mafia narkotika yang mengubah kehidupannya menjadi seorang lelaki yang kaya raya.
Review
Bagi saya film ini menyangkut soal cinta buta, sehingga apa pun akan dilakukan seseorang agar mendapatkan cinta dan menyenangkan orang yang dicintainya. Orang bilang rokok dapat membunuh, tapi berbeda pandangan dengan saya, cinta lebih kejam membunuhmu dibandingkan rokok. Perihal ini memang banyak terjadi dan wajar saja bila TB Silalahi Center mengangkatnya sekaligus memproduksi film Toba Dreams. Selain cinta, satu lagi yang bisa diambil garis oleh penonton: suami yang baik belum tentu bisa mendidik anak-anaknya (Tebe Silalahi), dan lelaki yang baik, sangat mencintai istrinya dan mati-matian berjuang mencari rupiah, belum tentu baik menjadi kepala keluarga (Ronggur).
Hanya saja film ini tidak teliti dalam menampilkan kisahnya. Padahal, Toba Dreams didukung oleh adegan-adegan menarik, para pemain mampu mengocok perut sekaligus mengaduk emosi penonton, ditambah akting para pemain yang memang punya jejak serius menjalani profesinya. Boris Thompson Manullang – yang berprofesi sebagai Comic Stand Up Comedy – tidak ketinggalan bermain apik dan natural. Akting Mathias Muchus, Vino G, Bastian, dan Boris T. Manullang telah menghidupkan film Toba Dreams. Soundtrack lagunya pun begitu memesona, hasil dari balik otak dan tangan Viky Sianipar. Dan film ini berhasil menjadi nominasi FFI 2015.
Film Toba Dreams memang mengangkat 2 budaya dan 2 perbedaan agama. Sayangnya, kedua hal tersebut hanya tampil selintas. Dari segi bahasa, tidak tampak menggunakan bahasa Batak dalam kehidupan sehari-hari mereka dan masyarakat di sana. Barangkali, memang sengaja, karena lebih menonjolkan Tebe dan keluarganya yang berasal dari Jakarta dan jarang mengunakan bahasa Batak. Tetapi, setidaknya percakapan antara Tebe dan Opung Boru menggunakan bahasa Batak. Dalam segi pernikahan beda agama, setahu saya, tidak diijinkan pernikahan beda agama dilakukan di gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Tapi di film ini, ada adegan pernikahan dalam gereja. Semoga saya salah.
Sekarang mari bicarakan “Too Much” selain cinta. Bagi saya, adegan transaksi narkotika dan rumah yang super duper mewah cukup berlebihan. Soal rumah, mungkin ada mafia narkotika yang memulai karirnya dari nol, dan dalam waktu 3 tahun telah memiliki rumah sebesar dan semewah seperti di film Toba Dreams. Sekali lagi, Mungkin! Soal gaya dan transaksi, saya tidak bicara banyak, hanya bertanya, “apakah pernah meriset atau mewawancarai langsung mengenai kehidupan dan cara bertransaksi para bandar besar narkotika?” Semua orang tahu riset dalam film salah satu hal penting, dan jika diabaikan, itu akan memberikan nilai minus.
Mengenai kawasan SCBD yang dilakukan berulang-ulang, apakah Jakarta hanya seputar SCBD? Dan paling terlihat di layar saat adegan akhir, seharusnya Ronggur tidak tampak kedinginan, karena jalan cerita telah mematikan tokoh Ronggur. Orang yang tidak lagi bernyawa tidak bisa mengalami kedinginan. Hal ini merusak pemandangan mata saya dan selanjutnya menjadi bahan lelucon.
Secara keseluruhan film Toba Dreams cukup menghibur dan menyentuh emosi penonton di bioskop (sedangkan saya hanya tersentuh satu adegan). Sering pula muncul adegan lucu sehingga film berdurasi 2.5 jam tidak membosankan, walaupun, saya sempat beberapa kali merasakan’kosong’. Tetap bagi saya film ini “Too Much Love Will Kill You” tidak hanya bicara soal cinta terhadap pasangan, tapi juga pada mimpi, keberhasilan, dan keinginan. Yang saya petik dari sini:
“Mimpi bisa ditemukan di mana-mana, kendati Anda berada di tengah hutan atau di daerah paling pelosok.”
A: “Apa cita-cita kamu?”
B: “Menjadi orang kaya dan sukses.”
A: “Itu bukan jawabannya.”
“Keberhasilan itu bukan ditentukan oleh kekayaan, tapi bila kamu sudah menjadi orang baik.”
Ketiga petikan di atas kerap terdengar di daun telinga orang-orang, namun terkadang manusia luput, lalu lupa, penyebabnya Too much love, apa pun itu objek cintanya. Dan apa pun yang berwujud “Too Much” itu tidak disarankan.
Saya akan mengembalikan penilaian Film Toba Dreams kepada penonton, karena seseorang yang duduk di samping saya berucap,
“Perfilman Indonesia sekarang ini, memang belum bisa kembali ke masa kejayaan perfilman di masa lalu. Tapi usahakan untuk tidak mematahkan semangat para pelaku film. Tanpa mereka kehidupan perfilman di Indonesia tidak bangkit.”
Ya, semoga ini proses yang tidak kelamaan. Dan kerinduan saya pun terbayar lunas. Ya, apalah saya yang cuma penikmat film, bukan pegiat film.
mungkin emang langsung cepet rejekinya jadi rumahnya disetting mewah mba *eh
btw aku dah lama g nonton film indonesia…
IYa mungkin. Suka ada undangan koq kalau mau nonton, say
Pemainnya senior semua.
Eh, tapi aku sih lebih suka baca, mba…
Kalau film agak jarang ke teaternya
setuju pemainya wokeh semua. thanks yo