Interview with a Successful Food Blogger

24
986
Bayu Amus - IG: @Epicurina - Food Blogger

Kini, profesi Food Blogger banyak bikin orang ngiler alias banyak  diincar orang. Apalagi digital marketing bukanlah hal baru di dunia marketing. Telah banyak restoran, cafe, kedai, warung makan, bahkan kuliner rumahan yang memasarkan produk kulinernya melalui para Blogger, khususnya Food Blogger. Mereka lebih senang mengundang Blogger yang menulis berdasarkan user experience, meski tidak sedikit yang masih sungkan mengatakan hal jujur terhadap suatu produk kuliner, misal menu A rasanya kurang enak. Menjadi Food Blogger pun perlu mempelajari teknik memotret yang menghasilkan foto natural tanpa menghilangkan estetika.

Namun untuk menjadi Food Blogger yang perlu  belajar sejarah kuliner, teknik memotret, rajin menulis, dan siap bersaing, tidaklah mudah. Mengingat jumlah pengguna internet yang semakin membludak , seiring itu pula jumlah blogger  semakin merambat pertumbuhannya di tanah air. Jumlah Food Blogger pun bertambah banyak. Lihat saja  Indonesian Food Blogger yang kini (September 2015)  beranggotakan 13.504 orang. Dan saya yakin, angka ini akan bertambah terus. Karena untuk menjadi Food Blogger sebagai profesi yang tidak boleh dianggap enteng, saya mencoba mewawancarai Bayu Amus – Food Blogger yang sukses dan Founder  Epicurina .

Bayu Amus saat menjadi narasumber di Ubud Food Festival
Bayu Amus saat menjadi narasumber di Ubud Food Festival

Profil Singkat Bayu Amus

Jika kamu ingat TV Sitcom “Bajai Bajuri” yang pernah menjadi tontonan favorite masyarakat Indonesia, kamu pasti tahu siapa penulis skenarionya. Atau kamu memang nggak tahu? Bayu Amus lah, si penulis skenario Bajai Bajuri itu. Bayu Amus yang kini menjadi Food Blogger, adalah seorang lulusan dari Seni Rupa dan Desain ITB dan pernah bekerja sebagai grafik dan digital desain. Selain menjadi Food Blogger, ia juga membantu restoran-restoran di Bali dalam mengembangkan customer experience design, internet social media services, writing and sponsored articles, dan online promotion. Wah, ternyata banyak ya yang bisa dilakukan Mas Bayu Amus selain menjadi Food Blogger. Saya dan kamu-kamu pun pasti bisa seperti Mas Bayu.

Mari, silahkan disimak wawancaranya.

Interview with Bayu Amus, a Food Blogger

Boleh diceritakan saat kali pertama berkecimpung di dunia kuliner?

Wah kalau berkecimpung dalam artian mulai suka makan enak sudah sedari kecil, tapi kalau dalam artian mulai membentuk wadah dan berkomunikasi dengan sesama penggemar kuliner, bisa dibilang tahun 2002 saat kali pertama Epicurina muncul sebagai Yahoo! Groups.

Bagaimana perjalanan menjadi Food Blogger yang berbayar dan terkenal seperti sekarang?

Sebenarnya tidak murni berbayar, koq.  Karena yang berbayar lebih banyak datangnya dari penulisan artikel di majalah, atau menjadi buzzer. Berkembangnya ya karena memang niat untuk terus memupuk kegemaran bercerita lewat tulisan dan foto, juga aktif menjalin networking

Apa yang harus dilakukan Food blogger dalam me-review kuliner?

Saya sering ketemu kasus di mana foodies (penggemar makan enak) memilih untuk tidak menilai suatu makanan enak atau tidak, karena menganggap selera orang berbeda. Buat saya ini anggapan keliru, memang ada saatnya kita perlu sedikit step back/memberi jarak, yaitu dengan mendeskripsikan karakter suatu kuliner secara obyektif. Tapi bukan berarti membuatnya menjadi steril. Tetap masukan opini kita mengenai kuliner tersebut, karena itu tugasnya food blogger. Kalau ternyata pendapat kita tidak sesuai selera pasar ya nggak apa-apa, resiko.   

Hambatan Mas menjadi Food Blogger dan di industri kuliner?

Meluangkan waktu dan dana, baik untuk me-review maupun membeli peralatan liputan (kamera, laptop) yang memadai. Menurut pendapat saya saat ini industri kuliner perlu lebih membuka mata atas potensi food blogger sebagai first adopter dan influencer di dunia maya.

Apakah bisa Food Blogger menjadi profesi jangka panjang?

Bisa, cuma persaingan akan semakin ketat karena barrier of entry– nya juga semakin lama semakin rendah.

Tips dan triknya: 

  • Terus update wawasan kuliner dan industrinya
  • Terus belajar teknik memotret kuliner
  • Menulis yang sedang digemari

Kuliner Indonesia dari mana yang menurut Mas perlu diangkat/dikenal masyarakat Indonesia dan tingkat internasional?

Semuanya, dan secara aktif diperkenalkan lintas budaya.  Jadi orang Jawa tahu dan pernah merasakan kuliner Bugis misalnya, atau orang Jakarta tahu dan pernah merasakan kuliner Lombok.

Chef favorite, kuliner favorite, dan figure yang mempengaruhi kehidupan dan karir Mas?

Antoine Bourdain, karena yang Chef sekaligus penulis dan traveler,  ya dia itu. Kuliner favorite Sunda dan Jepang. Figure lain yang mempengaruhi Richard Branson dari Virgin, karena ide-idenya gila.

Untuk mempromosikan kuliner beserta tempatnya, “bumbu-bumbu” simple apa yang bisa diracik agar menu kuliner dan tempat tersebut menarik pengunjung untuk datang?

Saya sarankan langsung datang ke daerah tersebut untuk mengenal dahulu rasa aslinya. Setelah itu dipikirkan bumbu-bumbu apa yang tepat untuk membuat ulang kuliner tersebut di rumah masing-masing.

Perlukah Food Blogger pandai memotret? Tips yang bisa diberikan agar tampilan posting menarik perhatian pembaca.

Oh iya, banget.  Malah perlu mulai belajar videography. Karena dari beragam survey dan analisis menunjukkan kalau konten dengan foto atau gambar itu biasanya lebih disukai pembaca, dibanding sekedar tulisan saja.

Bagaimana opini Mas mengenai “Food is an art”, haruskah dalam me-review penulis juga perlu tahu soal seni dan sejarah?

Sepertinya lebih pada memasak sebagai suatu seni ya. Bukan  suatu makanan yang selalu memiliki latar belakang seni atau sejarah. Di Indonesia khususnya, banyak makanan yang bertahan dari generasi ke generasi itu adalah makanan yang dibuat oleh dan untuk rakyat jelata. Berdasarkan kebutuhan dasar, bukan karena diciptakan di dapur Keraton atau sejenisnya.

Rempah-rempah Indonesia (Ubud Food Festival)
Rempah-rempah Indonesia (Ubud Food Festival)

Indonesia terkenal kaya rempah-rempah, setiap daerah memiliki makanan khas yang berbaur bersama rempah-rempah. Bisakah dikatakan rempah-rempah yang dihasilkan suatu daerah juga mempengaruhi karakter orang dari daerah tersebut – seperti makanan khas yang pedas. Tapi ada juga daerah di Indonesia yang kurang mencampurkan rempah-rempah ke dalam masakannya, contohnya saja di Bajawa, Flores, sehingga masakan mereka terasa hambar dan turis pun tidak melihat adanya makanan khas.

Dari pengamatan saya, karakter kuliner yang kaya rasa itu muncul di daerah yang menjadi pusat perdagangan di masa lampau, plus terdapat banyak ragam bahan makanan yang terdapat di daerahnya, misalnya: Aceh, Minang, Manado, Betawi. Sedangkan di daerah yang akulturasinya rendah, makanannya juga cenderung lebih kalem.

Bagaimana opini Mas mengenai “Kuliner dan makan bersama” terkait hubungan keluarga, antarmanusia, dan juga dunia bisnis?

Bagus untuk menjalin komunikasi, mempererat tali silaturahmi. Sedangkan dalam dunia bisnis sepertinya bisnis katering sudah bisa dianggap sebagai salah satu bisnis pendukung kegiatan makan bersama ini ya.

Apakah Mas bisa memasak? Jika  ditantang untuk memasak sambil mendongeng, maukah? Atau saat mempromosikan kuliner sambil mendongeng?

Yang dasar-dasar saja, jadi kalau diminta memasak sambil mendongeng mungkin akan saya tolak. Kalau mempromosikan kuliner sambil mendongeng, selama ini saya sudah beberapa kali di ajang festival kuliner.

Menurut Mas dalam mempromosikan kuliner Indonesia perlukah Indonesia mengelar pameran dan seminar/workshop  kuliner di luar negeri?

Perlu, karena sesuai dengan Foodie Experience Journey. Tidak cukup kita sekedar mengenalkan kuliner Indonesia ke dunia internasional (discovery), tapi juga harus diimbangi dengan ‘what’s next’-nya, yaitu tahap on boarding -yang  berarti pengalaman langsung merasakan kuliner Indonesia.

Namun yang lebih urgent sebenarnya penataan akomodasi kuliner di dalam negeri, misalnya Bali, ini gerbang utama pariwisata Indonesia tapi kuliner lokalnya masih lemah bersaing dalam hal manajemen dan presentasi. Sehingga seringkali kalah pamor dibanding kuliner asing. Padahal di Bali banyak calon pelanggan potensial untuk kuliner Indonesia, misalnya wisatawan Australia, China, Jepang, yang kala mereka kembali ke tanah airnya, akan menyebarkan informasi mengenai enaknya kuliner Indonesia ke teman dan kenalan mereka di sana, dengan sukarela. Tanpa harus keluar biaya iklan besar dan mahal.

Terima Kasih Mas Bayu Amus atas interview-nya. Sebetulnya ada beberapa pertanyaan yang bisa dikupas lebih dalam, namun karena keterbatasan jarak, wawancara ini dilakukan via e-mail. Maklum saya di Jakarta dan Mas Bayu telah menetap lama di Bali. Pertemuan saya dengannya ketika sama-sama mengikuti Ubud Food Festival, tahun 2015. Sayangnya saya tidak sempat mewawancarainya secara langsung. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Selanjutnya, saya akan mewawancarai seorang Food Photographer yang pengalaman dan karyanya tidak perlu diragukan lagi.

Food Experience Journey Epicurina bali food blog (1)

 

 

24 COMMENTS

    • ah, nggak juga say..apa pun gadget/kamera yang kita punya, sebaiknya kita bisa memaksimalkannya..tidak mesti hrs canggih dan mahal..itu sih kalo kata teman-teman photographer..Terima Kasih ya sudah visit dan membaca artikel akuhh..