Adiksi adalah suatu bentuk obsesi terhadap suatu hal (atau sesuatu kegiatan) yang merusak seseorang baik dari segi fisik, mental maupun spiritual.
Seseorang yang hidup dengan adiksi (kecanduan) tidak mampu mengontrol diriny sendiri terhadap dorongan biologis dan mental, bahkan spiritual, untuk terus menerus melakukan hal-hal yang menjadi obsesinya.
Adiksi tidak hanya terbatas pada adiksi terhadap narkotika dan obat-obat terlarang, lainnya yang juga berbahaya adalah adiksi terhadap seks, makanan, dan bahkan pekerjaan. Adiksi terhadap narkoba dapat menyebabkan seseorang dipenjara atau bahkan meninggal karena overdosis. Adiksi terhadap seks dapat melukai hubungan pernikahan, malah dapat membawa seseorang pada kondisi HIV/AIDS. Adiksi terhadap makanan dapat menyebabkan obesitas, penyakit jantung dan diabetes, sementara adiksi terhadap pekerjaan dapat menyebabkan seseorang kehilangan ikatan emosional terhadap keluarganya sendiri, dan secara fatal dapat membuat Ia kehilangan keluarganya.
Untuk seseorang dapat pulih dari adiksi, dibutuhkan perbaikan utuh dari pribadi orang tersebut, dan usaha terus menerus dalam semua sisi kehidupannya, kesehatan fisiknya, kesehatan jiwanya, dan kesehatan spiritualnya. Harus diakui, usaha ini membutuhkan waktu yang perlahan dan langkah demi langkah.
Mereka yang tidak dapat bertahan bersih, atau bertahan dalam pemulihannya, adalah mereka yang belum mampu menjalani perbaikan diri secara menyeluruh.
Suatu pemulihan mental dan spiritual mesti disertai pula dengan perubahan gaya hidup, perubahan cara makan, perubahan kebiasaan tidur yang lebih sehat, perubahan kebiasaan olahraga, sehingga metabolisme fisik dapat diperbaiki.
Ungkapan “Garbage In, Garbage Out” seringkali digunakan untuk menggambarkan pentingnya konsums i makanan yang sehat agar kita dapat memberikan output dalam kehidupan kita pula dengan cara yang sehat. Jika yang kita makan dan minum tidak berkualitas, maka tidak berkualitas pula hal-hal yang dihasilkan dalam keseharian kita.
Seringkali ketika kita pergi konseling, hanya kondisi mental (atau terkadang spiritual) saja yang diperhatikan oleh konselor kita. Jarang sekali seorang konselor memberikan saran atau terapi tertentu yang juga menunjang kesehatan fisik.
Mengapa kondisi fisik begitu penting bagi pemulihan kita? Menurut Dr. Natasha Campbell-McBride, seorang dokter ahli di bidang neurologi dan nutrisi, dalam bukunya GAPS (Gut and Psychology Syndrome); “hubungan antara kondisi pencernaan dan fungsi otak sangatlah penting, kondisi kejiwaan yang berat biasanya diiringi dengan gangguan pencernaan yang berkepanjangan. ” Memang masuk akal, apabila kondisi pencernaan dan penyerapan makanan kita terganggu, maka akan sangat sulit bagi otak kita untuk dapat memproduksi neurotransmitter yang diperlukan yang berkaitan langsung dengan performa mental. Dan apabila kondisi pencernaan ini terjadi sejak kecil atau dalam jangka waktu yang panjang, maka dampaknya bagi kondisi kejiwaan menjadi sangat besar.
Alastair Mordey, Programme Director di CABIN rehabilitation center yang berlokasi di Chiang Mai, memulai suatu diskusi tentang pentingnya konsumsi probiotik untuk membantu pemulihan adiksi. Meskipun banyak konselor yang merasa bahwa menganjurkan konsumsi makanan sehat bukan hal yang utama, namun pemulihan yang berkualitas tentunya mempertimbangkan asupan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan pemulihan. Memang memperbaiki gaya hidup dan cara makan bukan menjadi jawaban seutuhnya, namun merupakan bagian dari puzzle, yang tentu saja mempengaruhi hidup seseorang.
Artikel lainnya membahas tentang suatu percobaan terhadap 36 wanita berusia 18-55 tahun – sebagian dari mereka mengkonsumsi probiotik, dan sebagian lainnya mengkonsumsi produk tanpa probiotik. Setelah 4 minggu, membandingkan imaging scan di antara kedua kelompok, mereka yang mengkonsumsi probiotik menunjukkan perubahan di area otak yang berkaitan dengan emosi dan sensasi. Selain digunakan untuk membantu pemulihan dari depresi, stres dan anxiety, probiotik pada saat ini berkembang menjadi bagian dari terapi untuk orang-orang dengan gangguan jiwa, disfungsi otak, dan adiksi.
- Ditulis oleh : Annisa Arisandi (kontributor dan salah satu pendiri www.solusinutrisi.org)
- Editor artikel : SN
- Referensi: