Program Terapi Pemulihan Adiksi
Hal pertama yang dilakukan DP saat itu mulai bekerjasama dengan orangtuanya dalam pemulihan. Adiksi (kecanduan) dan penyakit lainnya tidak hanya mengobati si penderita, tapi juga orantua/keluarga dan orang-orang terdekat. Maksudnya, orang sekitar/terdekat secara langsung juga mengalami sakit yang diderita oleh si penderita. Memang tidak secara fisik, melainkan secara psikologis. Alasan itulah, penderita dan orang terdekat perlu bersama-sama mengobati diri mereka terlebih dahulu. Kemudian, bersama menjalankan pemulihan.
DP dan keluarga bergabung di Yayasan Keluarga Pengasih Indonesia (YKPI), program dukungan keluarga. Program terdiri dari family sharing, pemahaman adiksi, kelas CBT (Coginitive – Behavioral Therapy) , dan terapi lainnya. Program terapi “Family Sharing” ialah program bagi keluarga-keluarga yang sanak-keluarganya mengalami gangguan adiksi. Dalam program ini, selain berbagi, mereka saling menguatkan dan memberikan motivasi.
“Keluarga adalah kelompok dukungan terdekat untuk pencegahan dan pemulihan Gangguan Pengunaan Zat” – YKPI.
Program Pemahaman Adiksi sangat penting bagi keluarga yang mempunyai minim pengetahuan tentang adiksi. Belajar hal adiksi, dapat membuat pikiran mereka terbuka dan mengenali gejala kembali mengunakan narkoba (relapse preventing). Keterbukaan pun dibutuhkan dan akan terjadi antara penderita gangguan adiksi dan keluarganya bila saling membuka diri.
CBT adalah pendekatan konseling yang menitikberatkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya secara fisik maupun psikis. Model terapi ini bisa digunakan oleh siapa saja, tidak terpaku penguna narkoba dan keluarganya saja, tapi juga buat masyarakat luas dengan permasalahannya.
“Pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang paling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa, dan bertindak.” – Teori CBT (Oemarjoedi, 2003:6)
Dengan adanya keyakinan manusia mempunyai potensi untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional – pemikiran irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku yang menyimpang – CBT mengarahkan modifikasi fungsi berpikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, dan bertindak, dan memutuskan kembali.
Pendekatan perilaku (behavior) diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Tujuan dari terapi untuk individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh agar merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Selanjutnya, DP pergi ke Bandung memperdalam ilmu terapi CBT. Dan DP menerapkan terapi tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di saat timbul sugesti atau keinginan untuk memakai zat (narkoba).
Berikut gambar Relapse Signs yang seringkali dialami oleh DP (sebelumnya) dan penguna lain, sehingga sering kembali mengunakan narkoba.
Penerapan bila timbul sugesti atau negative thingking yang menyebabkan kembali mengunakan narkoba.
Dalam pemulihan, pecandu perlu mempelajari terapi lain untuk menyeimbangkan kesehatan, pikiran, dan tubuh, yang dihadapi di masa program rehabilitasi dan kembali ke kehidupan barunya.
Program Terapi Terhadap Penderita Gangguan Zat:
- Motivational Interviewing
DP melakukan wawancara motivasional untuk membangkitkan kembali gairah hidupnya. Salah satu cita-cita DP yang terhambat karena penggunaan zat: menyelesaikan kuliah. Kini DP mengambil jurusan komunikasi (semester 6) di salah satu universitas swasta di Jakarta.
- Coginitive-Behavioral Therapy
Terapi ini masih terus digunakan oleh DP untuk mengalihkan pikiran negatifnya menjadi positif. Tidak saja pada saat timbul keinginan mengunakan narkoba tapi juga saat menghadapi permasalahan dalam dirinya, lingkungan luar, keluarga, dan pekerjaannya.
- 12 Steps (12 Langkah)
12 langkah adalah program digunakan untuk mengobati perilaku adiktif dan disfungsional. Awalnya 12 steps diterapkan untuk pecandu alkohol, kemudian berkembang penerapannya untuk pecandu narkoba, seks, relationship, dan perilaku adiktif serta disfungsional lainnya.
12 langkah merupakan program terapi yang dijalankan pengguna atau orang yang dalam pemulihan yang diawali mengakui bahwa dirinya tidak berdaya terhadap adiksi sehingga hidupnya menjadi tidak terkendali.
Dengan terapi ini DP diajak untuk mengupas segala permasalahan dalam dirinya. Misalnya kemarahannya terhadap pasangannya. Di sini DP menulis di work sheet yang merinci sebab-akibat, sehingga ia kembali berpikir jernih dan dapat menentukan sikap serta keputusan. Yang pada akhirnya, DP mempunyai kesimpulan dan mampu untuk “let it go”. DP juga menuliskan permasalahan lain yang pernah terjadi di masa lalu dan saat ini.
Terapi ini terus digunakan meskipun seorang telah bersih dari narkoba. Permasalahan hidup bisa memicu pikiran dan perilaku ke arah yang negatif atau kembali mengunakan narkoba. Menurut saya program terapi bisa digunakan oleh berbagai kalangan yang mempunyai masalah dalam dirinya.
- Individual Program Driven
Program ini menyatakan bahwa setiap individu itu unik dan berbeda. Karena alasan tersebut, konselor ataupun panti rehabilitas menyesuaikan program dengan mengikuti kebutuhan klien. Juga membantu minat dan bakat pengguna yang bisa diterapkan ke dalam kehidupannya, misalnya bekerja setelah menyelesaikan program. Contoh DP menyukai dunia komunikasi, pihak panti rehabilitas memberikan kesempatan kepada DP untuk berbicara di hadapan pengguna lain pada sesi tertentu. Contoh lain: si AB memiliki minat di dunia seni film, panti rehabilitasi memberikan ruang untuknya mengeksplorasi bakat dan minatnya di masa program rehabitas maupun setelah menyelesaikan program.
- Pengenalan HIV/AIDS dan pencegahannya
Pengetahuan HIV/AIDS diperlukan bagi semua orang. HIV/AIDS rentan terhadap pengguna zat yang menyuntik. Pengguna (residen rehabilitasi) diajak untuk peduli terhadap kesehatan dirinya dan terus me-maintain kesehatan.
- Kegiatan Sosial
Kegiatan sosial serupa dengan berbagi. Dalam dunia akdisi, berbagi adalah suatu hal yang penting untuk menunjang pemulihannya agar menjadi lebih baik. Dengan membantu/berbagi kepada orang lain, otomatis membantu dirinya. Bentuknya bisa apa saja, misal: sharing pengalaman, bekerja di panti rehabilitas, membantu teman mendapatkan pekerjaan, mendengarkan curhat teman, dan bentuk lainnya.
DP saat ini berprofesi sebagai konselor adiksi Indonesia bersertifikasi internasional. Untuk mendapatkan sertifikasi ini, DP harus mengikuti training dan ujian di berbagai negara. Menjelang tahun keenam bersih dari narkoba, DP masih memberikan penyuluhan pencegahan pengunaan zat adiksi (narkoba) dan CBT di sekolah-sekolah SMA. Kehidupannya jauh lebih baik setelah mendapatkan pengetahuan tentang relapse preventing dan terapi lainnya.
Pada akhirnya dalam hidup, DP menemukan sesuatu yang lebih nikmat, memuaskan, dan permanen. Hidup dijamin ada masalah tapi rasa puas bisa menyelesaikan satu per satu yang berharga. Dari CBT DP belajar untuk organize cara berpikir. DP menjadi taktis, simple dan sesuai fakta bukan asumsi atau berandai-andai. Dan itu yang membuat DP selamat. “Selesai satu masalah, naik kelas, deh, ” tuturnya kepada saya.
“Manusia dicoba dengan hal-hal yang mau diubahnya, kalau tidak mau berubah, kapan naik kelasnya,” – DP
Untuk menjaga kesehatannya, DP melakukan Yoga, fitness, minum vitamin, makan nasi merah, nutrisi, dan selalu menyediakan waktu bersama anak, keluarga, dan teman-temannya.
Recovery Addicts kerap menanamkan “Pemulihan adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan”. Dan berjalan di dalam pemulihan itu adalah hal menyenangkan (fun). Awalnya sulit tapi sangat mungkin untuk dijalankan. Setelah berhenti daro penyalahgunaan narkoba, pecandu tidak berhenti sampai di situ saja. Serupa dengan orang yang menderita penyakit lain, perlu terus me-maintain kesehatan fisik dan pikirannya atau mental. Dan siapa pun yang menderita suatu penyakit tidak perlu enggan untuk Konsultasi Kesehatan dan melakukan Pencegahan. Bagi yang mengalami gangguan adiksi silahkan menghubungi panti rehabilitas yang tersebar.
Sumber tulisan:
- Based on DP story
- http://konselorindonesia.blogspot.co.id/2012/04/cognitive-behavior-therapy-cbt.html
- http://kapeta.org/program-terapi-dan-pemulihan-gangguan-penggunaan-zat/
- http://12step.org/
- Gambar bukan milik pribadi (pinterest: recovery addicts) kecuali gambar grafis pertama. Grafis ditujukan untuk menjelaskan lebih jauh apa yang telah dituliskan
Pengalaman Mbak Dinda yang mencerahkan.
Btw di kampung saya ada juga sejenis tempat rehabilitasi “lokal” juga gitu konselornya dulu mantan. pasiennya sih kebanyakan malah dari luar kota dan ibukota.
Btw jadi kangen masa masa “sepuluh ribu halaman” nya BNN ya ??☺
Mba aku komen log in pake fb. Soalnya pake name url susah ga ada kolom sent komentarnya dari hp ini. Maaf ya ?
Terlepas dari si pecandu, yg paling disayangkan adalah masih sedikit orang yg berani melapor apabila di sekitarnya terlihat banyak pengguna “obat.” Alhasil makin banyak korban yg kecanduan.
ngak bisa dilihat dari situ aja sih…kan banyak juga skrng pecandu yg tertutup..makenya tidak terlihat di masyarakat, penmapilannya pun cakep, orng suka ngak menyangka..
“Sepuluh ribu halaman”>>> wkwkkwkwkwk…
Terima Kasih ya komennya..
Narkoba ini emang lingkaran setan banget ya.. Dan pecandunya ngga bisa banget dipaksa berenti gitu aja, harus dengan kesadarannya sendiri ya.. Semoga keluarga dan teman-teman terdekat kita dijauhkan dari narkoba ya Mak.. Aaaamiin
aamien..iya tentu hrs ada niat dulu..mau dilaporin pun, kalo pd dasarnya blm pengen sembuh, ya percuma
banyak cara ya, tapi semua tergantung kemauan dan semangat keras untuk sembuh
dan mempertahankannya juga butuh upaya dan kemauan..thanks..
Intinya kembali lagi pada diri sendiri, punya kemauan untuk berubah apa tidak. Contohnya seperti yang di alami Mbak DP ini, meski udah pernah masuk panti rehabilitasi, ia masih kembali menggunakannya. Untungnya ia akhirnya sadar ketika ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.
keluargaku termasuk yg pernah ngalamin saat2 susah gara2 anggota keluarga ada yg kecanduan :(.. segala cara dilakuin supaya 2 sepupuku itu bisa lepas dari kecanduannya.. susah memang mbak, bertahun2 baru bisa bersih dan ga ada niat utk make lagi.. tapi kalo aku perhatiin ya, mungkin krn udh terlalu lama kecanduan sejak smp, dan baru bisa lepas setelah punya anak , aku perhatiin ada yg berubah sih..trutama saat diajak bicara, jd agak lama nyambungnya :(.. moga2 aja anak2ku ga ada yg terjerumus obat2 begini -__-
Kisah mbak DP mengingatkan aku kisah seorang teman lama. Dia juga addict, dua kali bolak – balik penjara. Yang membuat dia tersadar adalah ketika anaknya meninggal. Meninggal saat dilahirkan karena organ tidak lengkap karena efek dari orang tua yang mengonsumsi narkoba. Dia terpuruk dan untungnya istrinya tegar, ngebantu dia buat sembuh. Sekarang dia dan istri sudah bahagia dengan dua anak lucu. ^^
Alhamdulillah, happy ending…thanks
Tulisan ini bisa dijadikan motivasi bagi mereka yang mengalami hal serupa. Mencegah narkoba memang tidak bisa kita serahkan kepada pemerintah saja. Ini perlu dukungan semua orang, terutama keluarga. Terima kasih atas infonya, mbak Sari.
Terima kasih juga komentarnya
Wah artikelnya sangat menarik sekali, memberikan ilmu yang bermanfaat dan juga berguna, terima kasih ya mbak 🙂
Terima kasih juga Mas
Very informative and interesting. Keep the spirit and be the Change! #IChooseToPrevent
Thank You for your support, Doctor…
Eh kak … kata nya kalo sampai heroin itu kata nya susah banget lepas nya