“Good relationships keep us happier and healthier. And The good life is built with good relationships.” – Robert Waldinger
Bandung memang terkenal dengan berbagai kuliner yang unik, menarik, dan cita rasa yang bikin orang untuk datang kembali. Salah satunya tempat nongkrong “The Good Life” yang tak mau dibilang cafe atau restoran. Konsep mereka “warung” dan tidak bisa diganggu gugat. Hal ini justru menambah ciri khas tersendiri bagi The Good Life yang didirikan oleh 5 orang berprofesi photographer. Sebuah warung yang juga menyediakan buku ilmu fotografi dan lainnya untuk dibaca siapapun yang datang ke sana. Pengunjung pun bisa melihat langsung mereka meracik dan menyiapkan makanan – minuman sampai disajikan di depan mata kita.
Kutipan di atas bakal mengambarkan nama “The Good Life” warung makan yang baru dibuka bulan Mei 2015 ini. Dimulai ketika saya dan teman saya, Langit Amaravati, membaca menu yang bikin keseleo lidah. Seperti biasa, kami menanyakan apa isi dari makanan yang kami tunjuk. Lalu, Teteh Asih dengan santainya menjawab, “Rice, Tzatziki, Arrabiata, Beef, dan Mozzarella.” Ok, baiklah, karena sulit ucapkan Tzatziki dan Arrabiata, “Iya yang itu, Mbak.”
Hal ini membuat saya dan Langit tertawa. Bagi saya tertawa lepas bersama seseorang dan kali pertama mendapat kesempatan mengenalnya lebih jauh, itu suatu hal yang ‘meriah’. And this is about a good life. Kembali ke soal makanan, sebetulnya penyebutan nama menu tersebut tidak sulit, Savory Rice. Tzatziki dan Arrabiata masih asing terdengar di telinga kami. Maklum wong ndeso. Tzatziki ialah saus berasal dari Yunani, dan Arrabiata, saus berwarna merah, biasa digunakan pada kuliner Itali, seperti Pasta.
Melihat tampilan Savory Rice memang biasa. Namun, lumuran keju Mozzarella di atasnya, membuat kepala saya terbayang kelezatannya. Benar saja, menu makanan bertekstur lembut ini, sungguh mendaratkan sensasi berbeda dan rasa kejunya tidak bikin enek. Malah kalau bisa tambah. Tapi tahan dulu, karena ada beberapa menu yang kami pesan.
Savory Rice terasa memakai bumbu-bumbu rempah yang tentunya rahasia. Perpaduan antara nasi putih, daging, keju, dan saus Tzatziki terasa pas. Tidak terasa saus Arrabiata, sepertinya memang tergantung dari pilihan pengunjung. Kalau saya tidak begitu suka. Jika ada yang suka, bisa memesan Savory Rice dengan saus Arrabiata tanpa Tzatziki.
Menu lainnya Panini; fresh baked Charcoal Bread (roti berwarna hitam), Smoke Beef, dan Tzatziki Sauce.
Dengan kombinasi kopi Long Black, Panini lebih terasa nikmat. Tanpa kopi Long Black pun, Panini tetap enak dilahap. Sayang hanya 1 buah roti bulat. Ini cocok buat yang ingin sekedar nongkrong. Tapi jika sedang lapar, saya sarankan memesan menu lain yang mengenyangkan.
Charcoal Bread di warung The Good Life, ternyata homemade. Begitu pula dengan smoked beef-nya, yang dibuat oleh Dapur Mbak Ning. Keduanya rasanya enak. Charcoal bread-nya tidak keras, tidak kasar, dan enak sekali dimakan. Renyah. Kesegaran dan rasa Smoked Beef-nya tidak kalah dengan resto-resto lain dan yang biasa dijual supermarket. Ada 4 pilihan sesuai keinginan: Beef, Chicken, Apple, dan Cheese. Karena sedang bosan dengan ayam, saya lebih memilih beef .
Karena masih lapar, saya memesan salah satu menu spesial, judulnya “Mango, Ricotta, Smoked Beef, dan Croustini”. Entah mengapa menu ini tidak dinamakan dengan nama yang singkat. Mereka membiarkan keempat bahan tersebut menjadi sebuah nama dari menu. Namun, hal ini memberikan saya kesan yang berbeda. Kesan dari hal yang tidak biasa alias anti mainstream.
Bertambah lagi ‘kemeriahan’ saya dalam hidup. Meski, pernah juga melihat sebutan menu yang sejenis itu, tapi masih jarang.
Setelah muncul makanannya. Hmm, melihat Ricotta dan mango saja sudah sangat menggoda. Tidak terbayang dari kepala seperti apa rasanya makan Croustini (bread) dengan buah mangga. Kalau roti dengan smoked beef, itu biasa. Tapi yang ini..
Lagi, setiap roti (bread) di The Good Life dibuat sendiri (home made). Memang makanan home made itu terasa lebih sedap dibanding bahan-bahan yang sudah jadi dan dibeli di luar. Gigitan pertama, tidak berbeda dengan charcoal bread tadi, lembut. Kedua, lebih crunchy. Ketiga, mangga yang dikunyah tidak seperti buah mangga biasanya. Tidak manis, tidak asam, tapi juicy.
Bagi saya ini makanan ringan, karena sebelumnya sudah mencicipi menu lain, kuliner ini dapat membuat saya kenyang. Secara keseluruhan, kombinasi yang ditawarkan menu ini, sangat klop dinilai dari rasanya. Hanya saja penataan makanan dibiarkan seadanya. Bila mengkaitkan soal rasa (taste) ketiga menu di atas, semuanya enak. Dari ketiga menu tersebut, dengan melihat pengolahan dan racikan, saya yakin semua menu di The Good Life tidak ada yang tidak enak.
Savory Rice, Panini, dan Mango, Ricotta (keju berwarna putih), Smoked Beef, dan Croustini, kuliner yang terdengar berasal dari kuliner internasional. Tapi tebakan saya salah mengenai konsep kuliner. Teteh Asih (salah satu pemilik) mengatakan kuliner dari negara asal mana saja. Bukan kuliner Italia saja, yang penting makanannya enak. Sebabnya, kelima pemilik sangat suka makan dan mencicipi segala kuliner. Termasuk meracik atau memadukan resep.
Ucapannya semakin diperkuat saat saya melihat wanita berusia 50-an tahun sedang menikmati es krim.
“Bu, itu apa?”
“O, kamu belum coba, ya? Ini yang paling hits dan laku di sini!”
Laku? Ya, awalnya kami memesan 2 Double Choco Affogato, tapi yang datang hanya 1 gelas. Karena hanya tersisa untuk 1 orang.
Rasanya? Tidak usah ditanya. Enjess menggelinjes. Bahannya, es krim vanila dan dark chocolate. Saya dan Langit malah sempat menyaksikan pembuatan cookies dark chocolate di dapur The Good Life. Dapur dan ruang makan memang tidak berjarak jauh, juga tidak ada dinding atau sekat yang memisahkan. Kecuali perabotan masak dan mesin cashier. Jika ke sini, janga lupa memesan Double Choco Affogato.
Hanya tampilan makanan yang masih kurang (3/5). Pelayanan saya nilai 4 dengan angka 5 yang tertinggi. Kebersihan: 4/5. Rasa: 4/5
Atmosfer Warung The Good Life
Sejak awal melangkah masuk ke ruang yang disebut Warung The Good Life, saya sudah merasa klik. Memang tidak luas dan hanya memiliki 5 meja kayu persegi. Sekitar 10 orang bisa menempati tempat ini. Deden, Asih, Hendra Kus, Acink, dan Ira memang menyukai fotografi dan tidak berniat memperluas ruang The Good LIfe yang konsisten berkonsep warung ini. Teteh Asih sendiri berkecimpung di dunia desain yang kemudian mendalami fotografi. 2 Hobi, motret dan makan, yang menyatukan mereka membuka usaha kuliner. Walaupun mereka masih menjalankan profesinya, tapi mereka serius dalam usaha kulinernya ini.
Tidak sulit mendapatkan informasi mengenai The Good Life. Ada interaksi antar customer/pengunjung dengan pemilik yang juga turut memasak dan membuat kopi. 1 orang staf training pun tidak segan-segan menjelaskan pembuatan Creme Brulee Coffee yang dibakar dan merupakan kombinasi latte dan gula merah.
Dari kuliner yang ditawarkan, saya kembali menebak bahwa di antara mereka pernah tinggal di luar negeri. Akhirnya, tebakan saya kali ini benar. Teteh Asih mengakui mereka pernah bekerja di luar negeri. Bermacam kuliner di luar negeri pernah mereka cicipi. Orang yang doyan makan, pasti selalu mencoba kuliner unik dan yang belum pernah mereka cicipi. Orang doyan makan pun banyak yang pandai memasak dan bagaikan punya satelit sendiri yang dapat mengetahui letak rumah makan yang enak.
Kreativitas mereka terlihat dari berbagai racikan menu makanan, es krim, dan kopi. Ruang dekorasi makan pun sengaja memasang bahan dari kayu yang berbentuk sederhana. Sederhana yang ‘dihiasi’ keakraban dan bisa membuat pengunjung betah, duduk berlama-lama. Buktinya, saya dan Langit baru beranjak setelah 4 jam di sana.
Ruang dapur memang dekat dengan ruang makan. Hal ini menyiratkan keterbukaan mereka kepada pengunjung. Untuk minum air putih, The Good Life menyediakannya teko warna putih, sajian yang persis di rumah-rumah. Perabotan lainnya dibiarkan terpasang di luar. Salutnya, kebersihan tetap terjaga – dilihat dari dapur dan makanan. Ruang The Good Life memang tidak luas, malah di dalam rumah itu terdapat 2 perusahaan lain yang terpisah dinding dan pintu.
“The Good Life”, saya menangkap nama yang dikaitkan dengan pertemanan atau hubungan dan makanan. Tidak heran di Akun Instagram The Good Life terpampang gambar “The Secret of Life” dan tertulis link “what makes a good life lessons from the longest study on hapiness?”. Lagi, tebakan saya benar dan betapa senangnya menemukan postingan yang kutipannya saya taruh paling atas di tulisan ini. Tebakan saya juga diperkuat oleh bincang wanita tadi bersama Tetah Asih yang cukup akrab. Dan percakapan mereka tidak jauh soal kuliner.
Terbuka dan tempat berkumpul orang-orang yang punya hobi dan doyan kreativitas plus doyan makan. Itu yang saya tangkap (lagi) dari The Good Life. Sebetulnya masih ada lagi cerita tentang The Good Life, tapi melihat postingan ini sudah 1400-an kata lebih, saya mengakhirinya. Dan saya tidak pernah sebelumnya menulis review makanan di atas 1000 kata selama ini.
Saya rekomendasikan The Good Life bagi orang-orang yang menyukai kuliner, senang berkumpul, punya hobi, terlebih lagi hobi fotografi untuk mencicipi menu-menu The Good LIfe. Juga bagi orang-orang Jakarta yang berkunjung ke Bandung. Belum oke bila kalian belum mencicipi menu kulinernya dan berkenalan dengan kelima pemilik The Good Life atau beberapa di antara mereka. Dan kuliner yang enak merupakan salah satu menikmati “The Good Life”.
Maps :The Good Life, Jl. Anggrel No 15, Bandung
Buka pukul 08.00 – 18.00. Minggu tutup
Foto-foto dan tulisannya apik. Seneng bacanya. ^^
Tengkyuuuu say
LIhat kejunya jadi ngiler ….Cemilan-cemilannya kayaknya enak-enak, mba :). Bisa alternatif kalau main ke Bandung 🙂
enak-enak, makanya aku mau review haha..biasanya suka ada cake buatan Teteh Asih(biasanya sih tiap hari, tapi waktu sy di sana, dia ngak buat)
Suka banget sama ulasan nya tentang warung ini, wah bakal masuk list yang bakal didatangi nih kalau ke bandung
thanks. wajib ke sana
Saiyah suka ‘angle’ pengambilan foto dapurnya, terlihat seperti di luar negeri 🙂
mereka orang desain juga sih dan pernah tinggal di sana..jadi diterapin di warungnya..
Gue mau ke sana lagi nyobain matcha 😀
ceritaain nanti yak rasanya..hehe…
Bandung is my hometown actually, tapi tiap ke bandung ga pernah sempet mampir2 ke cafe2. Keenakan dimasakin sama eyangnya anak2 aja, atau kalau jajanpun ngobatin kangen dengan jajanan pinggir jalan. Mudah2an next time ke Bandung sempet mampir sini hehehe
wah enak dimasakin sama Eyang…iya say coba deh..
aku sering lewat, belon pernah duduk manis di sana teteeh.
soalnya ga da menu lotek yaa 🙂
Hahaha…tapi kalo ngak salah ada menu tradisionalnya..mereka suka ganti-ganti menu soale Teh
keren ulasannya, malah jadi pengen kesana juga
Makasih Mas/Mbak ..Iya cobain ke sana…
Dan aku jadi mau mampir ke sana.
Harus mampir jenggg
Tempat dan makanannya ngangenin pisaaaaaan, pulang dari sana bawaanya pengen berkarya. :’)