Human is Alien: Pertunjukan Seni Multimedia Rekontruksi Prasejarah Manusia

1
860

Human is Alien Campaign

Di kala bumi, hanya ada hewan-hewan, tumbuhan-tumbuhan, dan semesta lainnya, makhluk alien meneropong situasi dari galaksi yang dirahasiakan namanya. Tak sengaja galaksi tempat para alien hidup tersedot oleh lorong hitam dan membuat mereka berada di negeri – yang akhirnya diketahui bernama “Bumi”.

Pepohonan rimbun, sebuah rumah, parasit, bambu, dan sungai bersama sampahnya disulap menjadi sebuah pertunjukan seni multimedia yang eksotis. Dan semuanya itu mengajak penonton berjalan-jalan ke suatu dimensi. Musik elektrik muncul di udara. Mengelilingi ruang Tukad Abu yang lampu-lampunya sengaja diredupkan.

Datang cahaya berwarna-warni dari sebuah pohon yang direnovasi dengan puluhan bambu, parasit atau akar serabut, dan tumbuhan anggrek yang tumbuh liar di dahan pohon. Tak lama, cahaya lain hadir mengejutkan, menarik perhatian seperti sebuah layar sedang melorotkan kain dari tubuh wanita, yaitu Visual Art kedua yang ditampilkan melalui pepohonan besar yang tumbuh tua berdampingan dengan sungai. Musik tetap bersama udara.   Satu per satu ilustrasi hadir mengajak penonton bermain menembus  pintu yang telah lawas.

Human is Alien

Para alien mencoba bicara, tapi mereka tidak bisa berbahasa dan ini membuat mereka semakin aneh (alien) di mata kumpulan binatang dan tumbuhan. Alien pun merasa asing memandang makhluk-makhluk yang tak pernah dijumpainya. Ditambah, musim yang tak selalu tenang  dan ragam tumbuhan yang sebagian dari mereka adalah racun. Namun, hal-hal asing tersebut tidak mengurungkan niat mereka menjelajahi bumi. Dan  makhluk lain di bumi merasa tak senang dengan kehadiran alien alias manusia. Sampai   akhirnya, waktu membuktikan kerusakan-kerusakan akibat perbuatan manusia (human is alien). Manusia ‘mengasingkan’ diri mereka sendiri karena tidak pernah benar-benar ‘berkenalan’ dengan makhluk hidup dan alam semesta. Rintihan irama dedaunan pun jatuh, denting-denting tetumbuhan mengema berontak, dan nafas dentum alam liar mengilas permukaan bumi. 

Secara bersamaan, antara pepohonan di seberang dan kumpulan bambu yang berdiri lekat di satu pohon, menampilkan Visual Art yang bercerita. Irama etnik Balafon dan seruling perlahan muncul di antara dentum elektrik musik, kemudian memasuki pikiran-pikiran penonton untuk merasakan jaman prasejarah ketika manusia menginjakkan kakinya di bumi. Hadir pula, Dua penari, satu bergelantung di akar pohon, satunya lagi duduk bersama pemain musik Balafon di atas wujud panggung yang terbentuk dari bambu. Tokoh utama pertunjukan ini: lighting dan visual art memang diakui mampu memainkan sekligus memusatkan konsentrasi penonton tidak terbelah. Terlebih lagi, iringan 2 jenis musik berbeda yang disuguhkan sangat apik dan mampu merangsang khidmat suasana hati dan ruang terbuka  Tukad Abu.

“Pertunjukan visual art yang berbeda,” “Keren!”, “Terhipnotis!”, “Kita dibawa hanyut oleh mereka,” “Amazing!”, “Gorgeous performance!” merupakan  ungkapan-ungkapan yang kerap dijawab oleh penonton (yang tidak hanya berasal dari pribumi, tetapi juga warga asing)  saat ditanya tentang penampilan “Human is Alien” yang baru saja disaksikan. Teriakan dan tepuk tangan penonton meriah lepas mengakhiri pertunjukan seni yang menakjubkan ini.

Asal Mula Human is Alien

“Saya suka kesal melihat tetangga atau orang lain membuang sampah sembarang, tetapi saya bukan orang yang tipe menegur langsung, makanya saya menegur mereka lewat pertunjukan karya seni,”  ujar Jonas Sestakresna

Pencemaran lingkungan. Isu yang sering diangkat masyarakat Bali.  Seorang konseptor “Human is Alien”, Jonas Sestakresna tidak ketinggalan menjadikan isu ini sebagai tema dari pertunjukan multimedia art-nya . Bali sempat larut dalam permasalahan buang sampah, bahkan sampai saat ini. Hal ini sangat meresahkan bagi jiwa-jiwa yang mencintai lingkungan dan alam, apalagi Bali merupakan tempat wisata populer yang selalu berada di peringkat atas tempat wisata di dunia. Dan Jonas cukup terganggu terhadap hal ini.

Sungai. Salah satu tempat paling sering “dihajar” masyarakat untuk membuang sampah tanpa berpikir panjang. Tak heran, sengaja Jonas memilih lokasi yang ada sungai beserta sampah berceceran. Sampah-sampah itu pun dibiarkan berada di sungai tersebut agar penonton bisa melihat langsung betapa tidak eloknya perbuatan tangan-tangan manusia itu. Supaya pesan mengenai lingkungan hidup tersampaikan secara baik dan elegan, imajinasi Jonas terbang menuju jaman prasejarah – Ia pun tak tahu alasan memilih masa tersebut, selanjutnya, konsep pertunjukan seni datang begitu saja. Tak dipungkiri, pertunjukan seni kerap disepakati para pelaku seni untuk menyampaikan suatu pesan atau tema kepada masyarakat.

Nama “Human is Alien” bagi Jonas terasa sesuai dengan perilaku-perilaku negatif manusia saat ini dan yang suka mengeksploitasi alam lingkungan. Juga suatu nama yang pas untuk kampanye lingkungan hidup. Mungkin, cerita dalam imajinasi Jonas mengkisahkan manusia yang tampak aneh dan asing oleh makhluk hidup lainnya. Manusia pun merasa menjadi makhluk asing yang tidak mengenal bumi beserta isi-isinya. Yang kemudian, memunculkan “Human is Alien” di kepala Jonas sebagai sebuah nama dan masa di jaman prasejarah awal manusia tiba di bumi.

Tentang Human is Alien

Pria kelahiran Malang, pernah hidup 4 tahun  di Lombok, kemudian bertahun-tahun menetap di Bali, Jonas menganggap sebuah rumah berlokasi di Denpasar, Bali, sebagai ruang kreasi seni yang dinamakan Tukad Abu. Menurutnya, parasit dan anggrek yang tumbuh di pohon belakang rumah, sungai, puluhan bambu, kain polos, pepohonan rindang, serta tenaga listrik berdaya 3000 KWH,  dapat diajak bekerjasama dalam kampanye “Human is Alien”. Adalah sebuah pertunjukan seni jiwa-jiwa prasejarah lewat multimedia yang mengabungkan seni visual, musik, tari, dekorasi panggung, dan yoga yang terselubung kampanye lingkungan hidup.

Human is Alien before performance
Human is Alien before performance

Dibutuhkan pula, waktu 2 minggu untuk mempersiapkan sebuah bangunan 2 lantai, terdiri: lantai utama sebagai panggung tempat bermain musik tradisional dan penari, lantai kedua digunakan sebagai tempat kontrol lighting dan visual art bekerja yang ditutupi kain polos transparan untuk layarnya. Dibutuhkan 7 orang – yang merupakan teman-teman Jonas – membangun struktur bangunan panggung alami, unik dan cantik tanpa mengenal waktu juga mengeluh lelah – 7 pria dengan profesi berbeda dan mencintai dunia seni. Sedangkan untuk musiknya  terdiri dari 2 aliran jenis musik: elektrik dan tradisional. Pemain musiknya pun merupakan orang-orang yang berpengalaman dengan karya profesional. Ditambah Sound Engineer yang berasal dari Swiss. Kedua penari juga berasal dari seberang benua dan ahli dalam bidangnya. Bisa dikatakan, Jonas didukung oleh pelaku-pelaku seni yang berbakat dan kemampuannya tidak perlu diragukan lagi. Kolaborasi yang sempurna!

Beralih pada konsep lokasinya, pinggir sungai atau pantai, kalau di kota di bawah jembatan karena harus ada struktur atau pohon. Rencananya lokasi akan berpindah-pindah.  Human is Alien baru kali pertama diadakan pada tanggal 21 Juni 2015, pertunjukan kedua (24 Juli 2015) lokasi dirahasiakan,  private performance with private guest, sorry to say, guys. Pertunjukan selanjutnya akan diadakan di hamparan padang padi, 30 Juli 2015, Peliatan, Ubud, Bali dan melibatkan lebih banyak musisi, penari, dan pelaku seni.

Rencananya juga, Human is Alien akan melangsungkan tur kampanye melalui Crowd Funding Online. Dan menurut bisik-bisik yang beredar, Jakarta akan menjadi lokasi pertunjukan selanjutnya.

HumanisAlien

Sekilas Video Visual Art : https://instagram.com/p/4KGmQ4QRMd/?taken-by=rag_brurag

*Sumber foto: HumanisAlien, Li luh, Tria Nin, dan Pribadi (SN)

*Sumber Video : Ray Astrawan

*Music Human Is Alien               :

*Humanis Alien on Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=9BGw-RyTJ7o&feature=youtu.be

*Human is Alien Facebook Page : https://www.facebook.com/humanisalien?fref=ts

*Human is Alien Instagram : https://instagram.com/humanisalien

HumanisAlien

Human is Alien

 The Crew of Human is Alien:

Project Director       : Jonas Sestakresna

Multimedia Director : Bimo Diwipoalam

Sound Director        : Marik

Musician                  : Ringga Wardhana, Farhan Adityasmara, Catur Sang Klana, Neo, Emank

Dancer                    : Tania (Yoga dance), Julia (Aero dance)

Realisasi Kontruksi  : Komunitas Pojok

Cinema 4D               : Koesno

Diproduksi oleh         : Ruang Asah Tukad Abu dan Prehistoric Soul