Program Wajib Lapor Bagi Pengguna Narkoba

2
789

narkoba-ilustrasi-_120221143729-348

“Saya pengguna Narkoba, harus melapor diri getuu? O, mungkin nanti saya akan bilang, ‘Hai Pak, saya pemakai loh. Terus kudu direhab, yah. Lah, kan saya belum niat sembuh’..”

“O, saya harus tertangkap dulu, ya, setelah itu baru direhabilitasi?!”

“Okay, saya mau melapor, tapi apakah pelayanan sudah professional menangani pengguna narkoba? E..di mana saja ya saya bisa melapor IPWL dan boleh nggak saya milih tempat rehabnya?

Kalimat-kalimat di atas sering terdengar dari bibir para pengguna atau pecandu, atau apa sajalah istilahnya. IPWL (Instansi Program Wajib Lapor) telah ada sejak tahun 2009, memang diakui masih sering kita mendengar pengguna narkoba yang tertangkap polisi dan mempunyai kartu IPWL, tapi mereka masih diproses hukum dan tidak direhabilitasi. Tapi, saat ini BNN telah menjamin bahwa pengguna narkoba yang telah melapor dan mempunyai kartu IPWL, tidak akan dipenjara, melainkan direhabilitasi.

BNN telah menyadari, bahwa pengguna narkoba bisa sembuh melalui program rehabilitasi, bukan dipenjara. Tahun 2014, BNN mencetuskan 2014 sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba. Melihat segala sosialisasi yang dilakukan BNN terhadap pengguna narkoba, diharapkan pengguna narkoba tidak takut untuk melaporkan dirinya sebagai pecandu/pemakai/pengguna narkoba.

Pengguna narkoba yang telah melapor IPWL melalui BNN, balai kesehatan atau puskesmas, rumah sakit (yang ditunjuk Menkes), lembaga rehabilitas, tidak langsung direhabilitasi, kecuali bila mereka ingin segera direhabilitasi. Bahkan mereka boleh menolak, jika belum ingin direhabilitasi dan data mereka dijamin kerahasiaannya. Dan juga tidak akan dilapor ke polisi. Namun, sebaiknya pengguna mau dibantu untuk sembuh dari ‘penyakitnya’ – tidak hanya menggunakan PWL untuk menghindari sanksi hukuman (penjara) saja.

Mekanisme PWL ini ada beberapa tahap, Antara lain:

  1. Pengguna datang ke tempat BNN Cawang , balai kesehatan atau puskesmas, rumah sakit (yang ditunjuk Menkes), lembaga rehabilitas. Pengguna narkoba bisa datang sendiri atau bersama keluarga. Bisa juga dari pihak keluarga yang melapor.
  2. Setelah itu, dilakukan screening awal – identitas, sejarah tingkat penggunaan, dan riwayat pengobatan.
  3. Pelaksanaan Asesmen yang dilakukan untuk mengetahui derajat keparahan klien (pengguna).
  4. Tes Urin untuk mendeteksi pemakaian opiat, ganja, dan metamfetamin atau MDMA.
  5. Pemberian konseling dasar adiksi Napza, untuk mengkaji pemahaman klien terhadap penyakitnya dan pemahaman tentang pemulihannya. Selain itu juga diberikan motivasi dalam melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih positif.
  6. Bagi pecandu yang mengunakan jarum suntik, diberikan konseling pra-test HIV dan ditawarkan untuk melakukan Test HIV.
  7. Diberikan pengobatan (bila perlu).
  8. Hasil dari Asesmen tadi dijadikan bahan dasar untuk perencanaan/penyusunan terapi bagi klien. Meliputi rencana rehabilitasi medis dan/atau sosial, intervensi psikososial yang diperlukan, serta pemeriksaan dan/atau perawatan HIV bila diperlukan.

Konseling adiksi lanjutan juga ditawarkan kepada klien (pengguna narkoba) sampai 8 kali pertemuan. Hal ini tergantung dari kondisi dan kemauan klien. Pada saat klien datang untuk wajib lapor, klien pun akan dtangani oleh tenaga medis dan staf kesehatan lainnya yang telah mengikuti pelatihan modul asesmen dan penyusunan rencana terapi.

Lebih tepatnya Tim Penerima Wajib Lapor, terdiri dari dokter sebagai penanggung jawab dan staf kesehatan yang terlatih dalam bidang adiksi Napza dan tentu telah mengikuti pelatihan adiksi Napza. Penunjukan Tim PWL dilakukan oleh pimpinan IPWL, yaitu Direktur Rumah Sakit/Kepala Balai Kesehatan Masyarakat atau Kepala Puskesmas atau Kepala Lembaga Rehabilitas Napza.

Di lembaga rehabilitas Napza, memiliki staf yang telah berpengalaman dan terlatih di bidang Adiksi dan menangani Asesmen. Biasanya klien yang langsung datang ke tempat Rehabilitas adalah pengguna yang telah memutuskan untuk pulih dari kecanduannya. Jika mereka datang dengan tujuan ini, data mereka otomatis dimasukan ke dalam IPWL, sehingga klien tidak perlu melaporkan diri untuk WPL.

Hal pertama yang dilakukan oleh Rehabilitas BNN/lembaga rehabilitas saat klien datang tidak berbeda dengan yang dilakukan Balai kesehatan/Rumah sakit/Puskesmas. Perbedaannya di lembaga rehabilitas melakukan cross check – pemeriksaan seluruh badan dan seluruh barang bawaan klien, di balai kesehatan dan tempat lainnya, tidak dilakukan hal seperti ini.

Sebelum mengikuti program pemulihan, klien melakukan detoksifikasi terlebih dahulu. Klien bisa memilih, ingin melakukan detokfikasi sebelum direhabilitasi atau saat direhabilitasi. Pengertian Detoksifikasi ialah proses pengeluaran toksin (zat-zat racun) dari dalam tubuh. Pemakai narkoba jenis Heroin disarankan melakukan rehabilitas medis atau detoksifikasi sebagai terapi awal dari rencana pemulihannya. Tapi ada juga pemakai yang memilih tidak menggunakan obat atau sering disebut “pasang badan”. Setelah klien dianggap masa tagihnya berakhir, program terapi pemulihan baru akan dijalankan.

Rencana program terapi pemulihan menyesuaikan kebutuhan klien –disebabkan banyaknya jumlah pekerja yang menjadi pecandu dan tidak bisa terlalu lama meninggalkan pekerjaannya dan faktor penyebab lainnya. Program terapi biasanya berkisar Antara 3 sampai 6 bulan. Dulu masa program rehabilitasi bisa menyampai 1 tahun sampai 1,5 tahun.

Bagi klien yang masih duduk di bangku SMP atau SMA, disarankan menjalankan program rehab yang tidak menetap (rawat inap). Biasanya ditawarkan program dengan beragam sesi konseling individu, kelompok, bersama pasangan atau keluarga, dan dukungan sebaya (sesama pemakai atau pecandu yang menjalani pemulihannya). Selain itu ada juga sesi kelompok bantu diri, kursus pendidikan atau bakat, olah raga, motivational interviewing, pengetahuan mengubah perilaku, 12 langkah (Narcotics Anonymous) dan program dukungan social lainnya. Kecuali bagi klien yang telah putus sekolah (mis;SMP/SMA), penerapan program rawat inap sangat diperlukan.

Keberhasilan pemulihan di mana pun, semuanya berada di tangan si klien. Dibutuhkan niat, kemauan, kesadaran dan motivasi yang tinggi untuk mengubah perilaku kebiasaan mencandunya itu dan pola pikirnya. Untuk membantu pemakai narkoba pulih dari penyakitnya, Kemenkes mempunyai 40 tempat IPWL di beberapa propinsi Indonesia. Sekali lagi ditegaskan, pemakai narkoba tidak perlu takut melakukan IPWL. Dan rehabilitasi merupakan cara terbaik untuk menghentikan kecanduan.

Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh pemerintah, maupun oleh masyarakat. Selain pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.

Rehabitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan bekas pecandu narkotika disini adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik dan psikis.

So…Yuk, melakukan PWL dan menjalankan program terapi rehabilitasi. Dan jangan takut jika tertangkap polisi karena telah ada Undang-undang yang menetapkannya. Tapi Hidup  akan lebih manis jika sebelum tertangkap, pecandu atas kesadaran sendiri melakukan PWL dan menjalankan program rehabilitas. Tidak usah khawatir masalah biaya, karena BNN memberikan pelayanan ini tanpa keluar biaya, kecuali untuk beli sabun, sampo, bedak, dan rokok, ya..

“Sukseskan program Pemerintah : 2014 Sebagai Tahun Penyelamatan Bagi Pengguna Narkoba”

*Call Center BNN :  021-80880011

2 COMMENTS