Financial Technology: Kemudahan Transaksi & Atur Keuangan

10
875

Mengatur keuangan bukan perkara mudah bagi saya. Saya mencoba secukupnya menaruh uang cash di dompet. Maksudnya biar nggak gatel lihat barang-barang yang bikin ngiler. Uang kas di dompet paling hanya buat transportasi, sisanya ada di ATM. Walaupun malas juga ambil uang di ATM, tetap saja susah buat saving. Hadirnya kartu debit memang sangat memudahkan, apalagi untuk belanja kebutuhan pokok maupun kebutuhan ekstra. Naik kereta saja pakai kartu debit, semuanya serba debit. Justru menganggap masih ada uang di ATM jadi bikin santai. Lebih galaunya lagi kalau jalan-jalan keluar kota untuk ‘kebutuhan’ sendiri. Biasanya saya suka tidak peduli berapa harga hotel, pesawat, makan, wisata, dan lain-lain deh.

Tapi jika dibandingkan saat pakai kartu kredit dan uang kas yang lebih dari 100 ribu di dompet, saya pilih pakai kartu debit. Membawa uang 50 ribu maupun 500 ribu di dompet sama saja, dalam 1 hari bisa habis – berapa pun nominalnya – ada saja yang dibeli. Mau punya uang sebanyak apa pun di dompet atau di bank, bila kita nggak bisa mengaturnya, hasilnya sama saja. Untuk menahan keinginan memang tidak mudah. Salah satu caranya, ya mengubah pola pikir – mulai coba bijak membedakan kebutuhan dan keinginan.

Menurut saya, mengatur keuangan yang baik itu berasal dari diri sendiri, apalagi biaya hidup yang semakin tinggi, tagihan per bulan, sekolah anak, mobil, salon, ngopi, buku, perhiasan, nonton, pakaian, angpau pernikahan/ultah, jalan-jalan, restoran, sumbangan, internet, pulsa, dan silahkan menyebutkan yang belum tertulis. Yang semuanya itu ada kebutuhan dan keinginan.

Setelah diri sendiri bisa mengubah pola pikir, perilaku pun akan mengikuti. Perilaku terhadap apa yang kita beli atau yang kita konsumsi merupakan hal yang menyangkut kepuasan. Kepuasan pun menghasilkan kebahagiaan tersendiri, namun tilik dahulu kepuasaan yang seperti apa dan bagaimana sebab-akibatnya. Tidak hanya kepuasaan, pola mengonsumsi juga timbul  dari pengalaman pribadi, pengalaman dari teman/kerabat dekat, dan iklan. 4 hal tersebut bukanlah suatu yang negatif namun bisa dieksekusikan buat kebutuhan atau konsumsi yang positif.

Banyaknya orang bermasalah dalam hal keuangan (termasuk konsumsi) menjadi kesempatan bagi dunia perbankan dan keuangan untuk menciptakan produk. Suatu produk yang memudahkan penggunanya serta membantunya mengatur keuangan.

Tampilan Depan Berry Pay
Tampilan Depan Berry Pay. Kalimat Good Morning-nya saya ngarang

Financial Technology

Sektor perbankan dan keuangan pun tidak bisa menutup matanya terhadap teknologi. Saat ini ruang digital semakin luas dan bukan hal baru bagi orang-orang yang mengenal internet di kota besar maupun daerah. Produk aplikasi (start up) pun menjadi alat bantu di bidang apa pun – yang dalam pengunaanya membutuhkan smartphone. Salah satunya Berry Pay yang bakal menjadi ‘lelaki idaman’ saya. Hah ?!

Berry Pay adalah salah satu produk Financial Technology (FinTech) – produk inovasi keuangan yang memudahkan transaksi dan meningkatkan literasi keuangan. Yang digunakan untuk transaksi pembayaran, investasi, dan perencanaan keuangan. Berry Pay tidak hanya mempunyai fungsi 3 hal tersebut, tapi nantinya pengguna akan bisa melakukan budgeting,  zakat dan umroh melalui produk ini. Berry pay tidak seperti kartu debit (produk perbankan) lainnya.

Kamu membuat semuanya lebih mudah dan nyata. My Berry.

Berry Pay direncanakan bukan hanya untuk pengguna di kota-kota besar atau pengguna internet saja. Tapi juga buat masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan pasar tradisional. Keunggulannya merambah kemudahan pengguna dengan dapat bertransaksi melalui SMS, berarti pengguna tidak perlu smartphone canggih atau quota. Pengguna pun tidak harus punya rekening bank – bisa diisi seperti membeli pulsa telepon atau kerabat dekat yang memberikan saldo dari rekening bank-nya.

Fokus sistemnya memang untuk pembayaran dan bank transfer namun transfer dapat dilakukan kapan saja (real time) dan di mana saja. Orang lain bisa tranfer uang ke kita melalui ATM mengunakan kode 167 yang telah tertera di mesin ATM Bank. Berry Pay nantinya juga bisa digunakan untuk di luar negeri dan cocok untuk anak kita yang sekolah di luar negeri – mereka bisa mengatur keuangannya dan ada fasilitas history-nya.

Setelah Agustus nanti, Berry Pay rencananya akan menambahkan fasilitasnya untuk withdrawal. Kemudian bakal merambah Hongkong, Malaysia, Kamboja, dan negara lainnya.

Produk fintech ini telah bekerjasama dengan salah satu perusahaan telekomunikasi besar di Indonesia, QNB (Qatar National Bank) – sertified system untuk teknologi dan virtual account, anak perusahaan BI (fraud system), dan perusahaan retail.

Secara keamanan Berry Pay tahu betul banyak pengguna aplikasi online berbau uang yang kena masalah ditipu atau dipakai dananya oleh orang lain. Itulah alasannya, Berry Pay bekerjasama dengan QNB (QNB pun tidak bisa mengutak-ngatik atau tidak ada akses ke  rekening bank kita) dan anak perusahaan BI. Security tinggi, encription, data secure, dan lainnya dipasang untuk kenyamanan atas keamanan pengguna. Setiap kali transaksi harus memasukan nomor pin untuk validasi. Setiap bulannya ada notifikasi reminder yang memberikan saran mengubah password. Fee charge buat QNB pun Berry Pay yang menentukan bukan QNB. QNB sebagai bank syariah yang real time juga berfungsi memberikan/menyalurkan dana.

Berry Pay juga mengunakan SSL (Secure Socket Layer) 126 bit yang fungsinya untuk mengamankan transmisi data yang mencegah eavesdropping, pencurian data (saat transaksi online)

Kita pun bisa punya catatan tersendiri untuk biaya-biaya yang keluar setiap bulannya, misal listrik, telepon, assisten rumah tangga, pulsa, kredit (misal: KPR), reksadana, sekolah anak, belanja kebutuhan pokok maupun primer dan sekunder. Nah seperti yang tertulis di atas, orang sejenis saya yang bermasalah dengan kartu kredit atau kartu debit, bisa dimudahkan dalam urusan uang. Jadi kita sudah tahu berapa uang yang akan dikeluarkan tiap bulannya tanpa melihat catatan pribadi di kertas.  Kalau saya tidak pernah buat catatan. Pantesss. Dompet pun tetap ringan karena tidak harus bawa uang banyak dan tidak perlu ke ATM. Ya tidak berbeda sih dengan kartu debit yang juga tidak perlu ke ATM ataupun laporan ke bank. Tapi kartu debit, kan, tidak ada jurnal keuangan untuk mengatur keuangan.

Bicara pembayaran atau tranfer pasti kita perlu tahu soal fee charge dan jumlah maksimal transaksi. Soal fee charge, Azrin Abdullah, CEO Berry Pay mengatakan akan di bawah standar fee (lebih murah) dari bank-bank biasanya dan fixed. Jumlah maksimal transaksi sebesar 25 juta, per bulannya 50 juta.

Dalam pengunaan pun Berry Pay tidak menggunakan token – yang sumpah suka bikin ribet. Kita bisa download aplikasi Berry Pay melalui Google Play dan saat register jangan lupa memasukan kode negara untuk nomor telepon. Karena Berry Pay akan memperluas jangkauannya ke luar negeri seperti yang tadi tertulis

Berry Pay mengambil konsep “One stop solution” otomatis memudahkan dan nyata. Karena top up bisa dilakukan seperti di Alfa Mart (Ya nyebut merk, deh), juga bisa melakukan pembelian di e-commerce. Lebih enaknya lagi sih, misalnya untuk transfer uang, orang yang akan menerima uang dari kita juga mengunakan Berry Pay.

Selain fasilitas di atas, kita juga perlu mengintip kisi-kisi mengatur keuangan yang tentu tidak saja mengandalkan teknologi.

Azrin Abdullah & Tofan Abdullah - Berry Pay
Azrin Abdullah & Tofan Abdullah – Berry Pay

Tips Mengatur Perencanaan Keuangan

Dari aspek ini, giliran Tofan Saban (financial planner) yang angkat bicara saat acara digelar Communty Coffe, Bintaro, Tangerang Selatan.

Berry Pay dapat memasukan 10 pos pembayaran yang sangat berguna mengatur keuangan. Hal ini membuat yang mendengarkan senang tapi ada yang lebih penting dari itu. Berapa sih ratio ideal untuk perencanaan keuangan kita.

Menurut Tofan, ia biasa menerapkan sistem 4 – 4 – 3.

40 % alokasikan dana untuk biaya rutin dan tabungan.

40% alokasikan dana untuk pembayaran hutang.

30% alokasikan dana untuk biaya utility .

Sedangkan jumlah untuk alokasi pada Berry Pay bisa memasukan dana untuk jangka waktu 1 minggu atau 1 bulan. Misal 2 juta untuk biaya kebutuhan pokok dan 1 juta untuk entertainment. Bila dana untuk entertainment sudah habis di minggu kedua, Tofan tidak menambahkannya. Malah membiarkan dirinya gigit jari tidak menikmati hiburan. Toh, hiburan untuk dirinya bisa didapatnya tanpa mengeluarkan uang. Yang dilakukan Tofan bisa menahan gaya implusif orang-orang sejenis saya yang tidak tahan terhadap keinginan.

Satu lagi contoh, bila dana mempercantik mobil tidak digunakan, dana tersebut disimpan untuk bulan depan. Dan bisa dikeluarkan untuk pengeluaran tak terduga, angpau, ulang tahun anak, dan lainnya.

Latar Belakang Berry Pay

Untuk urusan uang, saya juga melihat siapa orang-orang di balik suatu produk.  Bank mana yang diajak kerjasamanya, keamanannya, fiturnya, dan bertanya sejauh mana penggunaannya bisa membantu kemudahan atau malah bikin ribet? Kemudahan pun bisa diraih dari pola pikir yang berpusat pada kesadaran dan meluas pada pengetahuan atau informasi. Pola pikir ini perlu disebarkan bagi calon pengguna yang tidak terbiasa memakai teknologi apalagi dalam urusan dagang. Mereka kental terhadap pemikiran “pakai uang kas saja sudah cukup, koq.” Menurut saya fintech perlu mensosialisasikannya apabila ingin menjaring pengguna ke seluruh pelosok daerah.

Berry Pay ini sebenarnya baru akan launching bulan Agustus. Nama Berry sendiri terinspirasi dari Blackberry. Saat awal kemunculan Blackberry membuat warga dunia tergoda untuk menggunakannya karena fitur-fitur canggih dan kemudahannya yang nyata. Blackberry pun menjadi telepon genggam nomor satu di dunia dan hampir semua orang menggunakannya. Alasan itulah, Berry Pay mempunyai nama yang persis dengan Blackberry. Tentu dengan harapan yang sama, yaitu: digunakan semua orang.

Proses pembuatan Berry Pay sudah dimulai sejak tahun 2013. Mengapa mereka yakin produk fintech bisa ‘laku’ di pasaran? Sebab, Pengguna smarphone di Indonesia  tahun 2016 telah mencapai 300 juta lebih – melebihi jumlah penduduk Indonesia. Dan dari data jumlah dewasa di Indonesia sebesar 40% tidak punya rekening bank. Mereka tidak punya rekening bank namun harus bayar listrik, kredit, sekolah anak, dan banyak lagi..

“Bankable unbank population,” ujar Azrin Abdullah yang mendirikan  start up sejak usia 25 tahun dan bekerja di Price Waterhouse Amerika selama 7 tahun.

“Bankable unbank population, kalimat tepat untuk mengaet calon pengguna  di negeri ini. selain Azrin, ada Tofan Saban yang berdiri di belakang Berry Pay. Ia sudah bergelut di bidang perbankan dan  keuangan (financial planner) sejak tahun 2005.

Pengalaman mereka di bidang ini cukup punya list yang panjang apalagi bila dibeberkan di sini. Panjang, deh!

Semoga kamu membuat segalanya lebih mudah dan nyata. Kamu, Berry Pay, bankable unbank population.

Membuat segalanya lebih mudah dan nyata. Benar juga judul dari tulisan Dede Ariyanto tentang fintech produk .

 

 

10 COMMENTS

  1. Kalo transaksi pake sms, berarti kena biaya sms juga yaaa ???

    Blackberry mmg di gunakan orang pada waktu itu dan booming tp akhir nya tengelam karena ngak ada inovasi lagi.
    Ngak takut nich berry pay juga akan tenggelam, kenapa ngak pake filosofi lain kalo akhirnya tenggelam