Dunia Tanpa Batas: Internet Marketing Untuk Tunanetra

14
1087

5 April 2016. Suatu hari lain yang keramat, yaitu bertemu sosok-sosok yang menginsipirasi dengan dunia tanpa batas.  Sosok-sosok yang meruntuhkan dinding keterbatasannya untuk melampaui mimpinya. Dimas, Rico, Ari, dan Iwa membentuk Kartunet (Karya Tuna Netra) bertujuan membantu teman-temannya mandiri secara finansial. Pengalaman mereka di dunia internet marketing telah banyak membawa perubahan bagi kehidupan mereka. Pengalaman dan pengetahuan yang mereka dapat inilah yang ingin dibagi ke teman-teman sesama lainnya. Maka, 2 hari lalu mereka bersama Rumah Internet Atmanto mengadakan sosialisasi Pelatihan Internet Tunanetra, Pengadegan, Jakarta. 

Saya pernah menjumpai Dimas Prasetya Muharam sebelumnya.  Sewaktu di mobil saya terkejut melihat dirinya sedang mengunakan smartphone. Saya langsung memerhatikan Dimas dan smartphone-nya. Saya berpikir pasti ada suatu alat atau aplikasi yang bisa memfasilitasi itu. Tambah suprise lagi, Dimas cerita bahwa dirinya nge-blog sejak tahun..(maaf saya lupa tahunnya). Dari situ, saya terkesan pada teknologi yang banyak membantu kebutuhan manusia. Yang lebih berkesannya, Dimas juga bercerita bahwa dirinya lulusan dari Fakulitas Sastra Universitas Indonesia. Itu berarti Dimas suka membaca dan pasti banyak membaca buku. Saya jadi berpikir, orang yang lahir normal tapi banyak yang malas membaca, sedangkan orang yang justru dengan keterbatasan, malah sebaliknya.

Hanya sampai di situ saya mengenal Dimas, selain rajin sholat dan punya kepercayaan diri yang besar. 2 hari lalu saya melihatnya lagi. Saya pun ingat kembali suatu alat yang pernah diceritakannya kepada saya: Screen Reader. Alat itulah yang membantu Dimas untuk menulis dan internet marketing. Tidak Dimas sendiri yang hadir di acara Sosialisasi Pelatihan Internet. Ada temannya, Rico yang penghasilannya per bulan bisa mencapai 20.000 US Dollar melalui internet marketing. Aji gile..Sapto yang bakal turut membantu pelatihan. Istri dari Bapak Indar Atmanto dan  Faiz,16 tahun yang  peduli terhadap orang-orang dengan keterbatasan. Faiz, anak dari Bapak Indar Atmanto mengisahkan alasannya mendukung Dimas, Rico, dan teman-temannya.

SosialisasiPelatihan Internet Tunanetra. Dokumentasi: Sari Novita
SosialisasiPelatihan Internet Tunanetra. Dokumentasi: Sari Novita

Di zaman sekarang anak muda akrab dengan internet, begitu pula Faiz. Itu suatu yang biasa. Tapi di usia muda, Faiz ingin kenikmatannya bermain internet juga bisa dirasakan orang-orang penyandang disabilitas. Ayahnya, Kakak, dan dirinya memang punya minat besar terhadap teknologi dan melihat Dimas dan temannya, bertiga mendirikan RIAT (Rumah Internet Atmanto). Misi RIAT : memberdayakan masyarakat umum, terutama disabilitas agar bisa mandiri. Visi: membantu pelatihan teknologi untuk mendapatkan penghasilan.

 “Saya juga ingin penyandang disabilitas menikmati internet, melek internet, dan mendapatkan ‘first dollar’ mereka.”

 Perihal  “melek internet” dan “first dollar”, Dimas mengutarakan bahwa tunanetra susah melakukan mobilitas. Karena akses  infrastuktur dan fasilitas untuk disabilitas saja di Indonesia belum mendukung. Keterbatasan visual membuat mereka harus beradaptasi dengan Screen Reader. Ditambah dengan perkembangan internet yang bagi Dimas adalah sebuah revolusi besar. Revolusi yang bisa membuka lapangan pekerjaan.

Bagi tunanetra bekerja di luar rumah bisa mengeluarkan uang lebih dari orang normal lainnya. Misalnya saja untuk langganan ojek atau naik taksi ke suatu tempat. Sehingga jika seorang tunanetra memiliki gaji yang sama dengan orang lain sebesar 4 juta, itu tidak cukup. Kehadiran internet `bisa membantu situasi tersebut  yang seringkali dialami oleh tunanetra. Mencari penghasilan bisa dari rumah, cukup dengan koneksi internet, bisa membuat hidupnya mandiri secara finansial. Jika orang normal sudah terbiasa menggunakan komputer, lain halnya tunanetra, tidak semua bisa menggunakannya.

Sedangkan Rico bercerita, Android atau Laptop sudah mempersiapkan aplikasi untuk disabilitas. Jadi tidak perlu khawatir soal ini. Karena banyak beranggapan Tunanetra yang menggunakan internet banyak membutuhkan uang. Screen Reader merupakan aplikasi standar yang telah banyak digunakan device sekarang. Di keyboard laptop, huruf F dan J jadi patokan untuk sarana disabilitas. Bila di laptop  Mac, bisa gunakan Voice Over, dan tinggal di turn on-kan. Navigasi bisa digunakan melalui gestur atau keyboard control, bahkan bisa dilalukan melalui touch screen. Hal ini bisa dipelajari bagi tunanetra serta beradaptasi.

Banyak orang pikir, tunanetra itu adalah tukang pijat, ngamen, itu bukan buruk asalkan halal, tapi ada peluang baru di dunia internet. IM: internet marketing. Yang tadinya melamar kerja ke sana – sini, sudah bisa bahasa inggris, pintar, pas melamar ditolak, alasannya sulit memberikan infrasturktur bagi tuna netra.

Saya sebelumnya bekerja di Bank selama 4 tahun, setelah mengetahui internet marketing saya keluar dari kantor. Di internet bisa mendapatkan hal lebih, dan kita bisa kerja dengna orang luar dan masing-masing ada manajer lagi. Pertama kali berbicara dengan orang, yang dilihat dari saya adalah mata saya. Tapi ketika berkomunikasi dengan orang luar yang tidak tahu bagaimana kondisi saya, mereka melihat apa yang bisa saya lakukan, bukan fisik saya. Kita mendoktrin teman-teman bahwa internet itu tidak susah tapi ‘tambang’, internet itu tidak ada batas, ”  ujar Rico, Kartunet.

 

Itulah alasan Dimas dan Rico (Kartunet) ingin mengadakan pelatihan berbentuk “Booth Camp” yang kurikulumnya mempelajari internet marketing. Setiap batch-nya ditargetkan 10 orang dan kota Jakarta, tempat pertama pelaksanaan kegiatan ini.  Selanjutnya bakal diadakan di daerah dengan tujuan mereka yang telah mengikuti pelatihan ini dapat menularkan dan memberi pelatihan kepada lainnya di daerahnya. Harapannya agar internet marketing dan yang berbau teknologi bisa dijalankan oleh orang-orang dengan keterbatasan secara meluas. Melalui hal tersebut, semoga nantinya, mereka bisa turut membantu perekonomian Indonesia dan revolusi digital. Kesimpulannya, mereka tidak hanya memikirkan nasib orang-orang dengan keterbatasan tapi juga membangun Indonesia menjadi lebih baik.

Kartunet bersama RIAT mengembangkan website Begadang.co.id untuk crowdsourcing dan crowdfunding. Bertujuan mengajak masyarakat luas untuk mendukung dan memberdayakan. Mendukung Pelatihan komputer dan internet bisa disalurkan dengan perangkat komputer atau instruktur yang dibutuhkan. Kartunet menargetkan bisa menjalankan program pelatihan ini di tengah bulan Mei tahun ini. Dimas, Rico, Sapto dan kawan-kawan lain, membangkitkan semangat bahwa keterbatasan bukan akhir dunia. Masih ada solusi, kehidupan harus tetap berjalan dan bisa mengkontribusi kepada masyarakat.

Kemudian, Dimas menceritakan apa yang dijualnya melalui internet. Dimas berjualan produk yang dipasarkan secara online melalui social media, adsense, dan lainnya. Juga membuat website yang berisi konten yang sedang diminati pasar melalui search engine. Mereka pun membuat konten dengan siasat search engine. Jika sudah banyak pengunjung atau visitor, mereka memasang iklan. Iklan yang di-klik visitor akan dikonversikan untuk mendapatkan penghasilan.

Program pelatihan ini, Dimas dan lainnya memprioritaskan dahulu kepada tunanetra. Selanjutnya untuk disabilitas lain, namun belum dalam waktu dekat ini prosesnya.

Kartunet selain didukung oleh RIAT, juga  oleh perwakilan DPR Komisi 8, Ibu Yenny Fahmi Idris, pendiri Universtitas Paramadina, Duta Besar Pakistan yang merencanakan exchange program, Duta Besar Paraguay, Ibu Yenni Wahid, dan lain-lainnya.

SosialisasiPelatihan Internet Tunanetra . Dokumentasi: Sari Novita
SosialisasiPelatihan Internet Tunanetra . Dokumentasi: Sari Novita

Berjumpa Dimas, Rico, Sapto, dan kawan lainnya seperti mengingatkan kembali bahwa kehadiran dunia tanpa batas itu ada. Keterbatasan dalam bentuk apa pun bukan suatu hambatan, karena impian berada di genggaman kita. Terima Kasih Dimas, Rico, dan teman-teman lain atas inspirasinya.

14 COMMENTS