[Review Buku] Rangkuman Kekejian dan Reinkarnasi

11
1019

Tak ada yang berani bersuara. Bahkan, dari puluhan lelaki yang duduk di perempatan dekat pemakaman kota tua itu, tak ada yang berani bergeser seinci pun. Mereka seperti patung bernyawa yang menyimpan ketakutan di dalam terowongan tubuhnya. Ketika serentetan tembakan terdengar dari arah utara, mungkin banyak di antara mereka terkencing-kencing dalam sarungnya.

Bagian Pertama: Tragedi

Kalimat di atas merupakan potongan kalimat pembuka  cerita pendek berjudul “Daftar Hitam” dari Buku Kumcer Drupadi. Bila menengok kembali ke tahun 1965-1966, sebagian orang akan ingat dengan 2 kata itu. 2 kata yang menakutkan dan kerap terdengar kalimat, “Saya bukan PKI.”

1965-1966 dikenal dengan peristiwa G30SPKI. Suatu masa yang menyimpan fakta kebenaran yang sengaja disembunyikan demi tujuan kekuasaan dan politik. Namun, kumpulan tahun sudah tidak mampu lagi mempertahankannya. Tahun demi tahun, satu per satu para saksi yang pernah terbungkam, membongkar rahasia di balik peristiwa itu.

Peristiwa pembunuhan jenderal dan pembunuhan massal yang tragis itu, masih menyimpan luka mendalam. Bagi orang-orang yang  melihat kekejaman dan pembunuhan secara langsung, peristiwa itu masih melekat dalam ingatan. Dan menjadi trauma.

Putu Fajar Arcana, merangkum kesaksian-kesaksian yang didapatnya melalui riset ke dalam buku kumpulan cerita pendek bertajuk “Drupadi”.  Rangkuman-rangkuman yang tentu tidak semua dituangkannya. Rangkuman tragedi yang dijadikan bagian pertama di buku kumpulan cerpen Drupadi. Peristiwa tragedi yang tidak hanya bicara soal komunis, tapi juga kisah penari Bali dan dampak Bom Bali 2002 terhadap masyarakat Bali.

Pada tahun 2000-an banyak penari (termasuk saya) ditawarkan kontrak untuk menari di negeri sakura, Jepang. Tawaran kontrak kerja yang merperdayai penari perempuan untuk dijadikan wanita penghibur. Salah satu cerita di bagian pertama buku kumcer Drupadi, penulis  kembali mengangkat kisah tersebut dengan judul “Para Penari”.

Bagi saya, kisah itu merupakan tindak eksploitasi terhadap penari perempuan Indonesia. Suatu kekejaman melalui daya muslihat yang dilakukan kepada gender perempuan. Tapi saya tidak tahu apakah pernah ada yang mengusutnya. Untungnya, saat itu saya merasa enggan dan tidak yakin pada tawaran kerja itu, sehingga saya dan teman-teman menolaknya. Lalu, bagaimana cerita selanjutnya yang terjadi terhadap penari yang telah menginjakkan kakinya di negeri itu dan berhasil ditipu daya?

Kisah penari ini pun saya baru membacanya dari tulisan Bli Can (panggilan akrab penulis) di BukuKumcerDrupadi. Entah apakah ada atau tidak yang menceritakannya di media cetak atau media online? Bli Can pun sengaja tak menuntaskan cerita di bagian ini. Membiarkan pembaca menjawab kelanjutan kisah tersebut. Dan hal ini merupakan hal lazim dilakukan oleh para penulis.

Selanjutnya, cerita tentang Bom Bali 2002 yang ternyata memberikan dampak miris terhadap sebagian masyarakat Bali. Perekonomian di Bali saat itu langsung anjlok, wisatawan asing pun lebih memilih tempat wisata lain sebagai destinasi liburannya. Bali yang ramai menjadi sepi. Masyarakat yang menggantungkan ekonominya pada dunia pariwisata, terhenyak dan sempat beku beberapa waktu.

Miris. Karena kisah berjudul “Saraswati” menuturkan pergulatan-pergulatan hebat antara 2 tokoh. Tokoh Saraswati, si penari yang berkabung dengan caranya sendiri, yaitu mabuk-mabuk-an. Ia sudah tidak peduli lagi mabuk di depan umum. Padahal bagi penari, perilaku tersebut merupakan hal yang tidak biasa dilakukan – telah menjadi etika dan budaya penari di Bali. Sedangkan tokoh Cris berada dalam kebimbangan, apakah ia harus kembali ke Amerika atau tetap berada di Bali? 2 permasalahan yang diadu dan di akhir cerita Anda akan tahu tragedi apa yang pernah dialami oleh Chris.

Tidak berbeda kemirisan dengan “Saraswati”,  cerita “Bunga Jepun” mengambarkan nasib kesenian Bali dan kelompok joged bungbung Teruna Mekar, Desa Poh. Kehidupan rata-rata warga Desa Poh hanya menggantungkan harapan pada kebun pisang dan sawah tadah hujan, dengan adanya kontrak manggung di Nusa Dua, perekonomian mereka tertolong. Setelah Bom Bali, kehidupan mereka tak berdaya. Karena perut yang terus berteriak, kesenian dan warisannya sudah tidak berarti lagi bagi mereka. Di cerita ini, pembaca akan masuk dan merasakan betapa pilunya suatu tragedi mampu membabat salah satu kesenian yang pernah menjadi fenomenal itu.

Bagian pertama kumpulan cerpen Drupadi terdiri dari 8 cerita pendek. 8 cerita yang berdasarkan kisah nyata dan digubah oleh penulis begitu cakap. Pembaca bakal berjalan ke masa lalu dan menemui tokoh-tokoh juga para saksi di tiap kumpulan cerpen bagian pertama ini. Mereka akan menuturkan langsung kepada pembaca, seolah-olah mereka memang benar-benar berada di hadapan pembaca. Dan pembaca akan merasakan ketakutan luar biasa nyawanya tak lagi lama, karena orang-orang berseragam tentara siap memberondongi peluru-pelurunya ke tubuh . Bagi saya himpunan tragedi  yang dikuak di buku ini, perlu dibaca dan diteruskan ke generasi muda. Anak muda perlu tahu cerita sebenarnya dari tragedi kekejian pembantaian dan pembunuhan yang terjadi di tahun 1965-1966 terhadap orang-orang yang dituduh komunis dan membantu komunis. Agar tidak tersesat dalam sejarah yang memang dibuat oleh manusia. Juga untuk membangun generasi berikutnya yang lebih baik.

Bagian Kedua: Reinkarnasi

Di bagian ini (9 cerpen),  penulis mengajak pembaca meregangkan otot dengan berimaji tanpa melupa masa lalu. Karena reinkarnasi menurut saya adalah manusia/makhluk hidup yang terlahir kembali dan menjalankan hidup barunya dengan membayar hasil perbuatannya di masa lalu. Ajaran umat Hindu mengenai reinkarnasi, saya akui belum masuk di logika saya. Tapi tersirat kata “karma” di dalamnya yang agama apa pun juga mengajarkannya. Melalui imaji, penulis secara ringan dan menyenangkan menuturkan kumpulan cerita pendeknya. Termasuk cerpen “Requiem” merupakan kisah cinta  2 manusia yang tanpa disadari oleh mereka, menyisakan penyesalan. Kisah penyesalan yang dikemas begitu romantis. Karma yang terkandung asmara nan romantik!

Cerita cinta memang sering disukai pembaca, apalagi bila ditulis secara apik. Bli Can mampu membuat pembaca terseret dalam imajinasinya pada cerpen “Aku, Ikan yang Berenang”. Kisah cinta seorang wanita yang bereinkarnasi menjadi ikan tanpa menggandeng kata karma. Ini tentang cinta dan rindu yang masih tersusun rapi ratusan tahun di rongga seorang wanita. Perasaan-perasaan sang ikan pada kerinduan yang amat terasa, namun terbaca tidak mendayu-dayu. Olahan kalimat penulis di cerita ini tidak berlebihan dan tampak terjaga.

Berikutnya, cerpen “Rumah Makam”, membuka cerita adat di salah satu desa di Bali tentang pemakaman jenazah. 1 lagi yang bisa saya pelajari dari kumpulan cerpen Drupadi. “Rumah Makam” tidak bicara soal tata cara pemakaman tapi lebih ke arah mengapa pemakaman bisa menjadi hal yang diributkan yang tak pernah selesai. Tanah Bali memang masih berpegang teguh adat istiadat, namun terkadang itu membuat sulit manusianya. Malah beberapa dari mereka mengatasnamakan adat untuk kepentingan pribadi. Tidak hanya di Bali, tapi juga di daerah lain. Dan bukan daerah yang menjadi masalahnya, tapi manusianya.

11 kumpulan cerita pendek buku “Drupadi” akan membuat pembaca merenung sekaligus memahami situasi dan kondisi dari tragedi yang pernah terjadi di bumi Indonesia. Saya pun menemukan 1 cerita yang menurut saya biasa saja. Namun 1 cerita tersebut tertutup oleh kisah-kisah lain yang memikat. Kepiawaian Putu Fajar Arcana dalam mengarang maupun menulis artikel sudah tak perlu diragukan.

Sebetulnya saya rada ngeri menulis tentang kumpulan cerpennya ini, melihat beliau adalah seorang editor dari media cetak ternama di negeri ini. Bli Can pun telah melahirkan 20 buku termasuk naskah monolog. Setelah membaca Drupadi, saya beranikan diri untuk belajar menuliskannya.  Karena sebagian lebih buku kumcer ini based on true story .  And “a must read!.

 

Keterangan

Judul Buku         : Drupadi

Penulis                 : Putu Fajar Arcana

Desain Grafis      : Penerbit Buku Kompas

Ilustrasi Sampul : Suprobo

Cetakan                 : I (pertama) 2015

Penerbit                : Penerbit Buku Kompas

ISBN                      : 978-979-709-984-8

 

 

 

11 COMMENTS