“Pulang”

0
863

Aku meninggalkan kota itu dengan kenangan. Kini Aku kembali mengenangnya.

Jalan besar tempat dimana Aku melangkah. Suara anjing-anjing menyalak.Bus panjang yang selalu tepat waktu.Tombol lampu menyeberang tempat jahilku.Pemuda hitam yang selalu menyapa,”Good morning big eyes.” Jembatan merah yang selalu mewarnai romantisme dan berdiri memandang laut biru sambil menyatap makanan laut.
*****
Kegiatan setiap pagi hari yang berjalan melalui jalan-jalan besar, menunggu bus ditemani pemuda hitam. Dia selalu mengucapkan,” Call me Nigel. Don’t call me negro,” dengan pengucapan yang sama dengan nama Nigelnya tanpa huruf ‘R’.
Nigel selalu bercerita dia berasal dari keluarga biasa-biasa saja, tapi dia ingin sekali menjadi seorang dokter nantinya. Karena dia tidak kaya, dia harus mendapatkan beasiswa di universitas yang selalu diidam-idamkannya. Lalu Bus datang dan kami berdua masuk, kemudian dia melanjutkan pembicaraan lagi, mengapa dia tergila-gila dengan Muhammmad Ali dan tertarik sekali mempelajari islam. Hari terakhir aku bertemu dengannya, itu topic yang dibicarakannya.
Sebelumnya Nigel bercerita tentang teman-teman di lingkungan rumahnya, meja makan yang selalu menjadi tempat pertemuan keluarganya berkumpul, tentang wanita-wanita berwajah Asia yang selalu dia sukai, mengapa bapaknya selalu memukulnya sewaktu dia kecil dan cerita-cerita lainnya yang setiap hari dengan berbeda topic cerita. Dan aku hanya tersenyum, terkadang terkejut, terkadang lagi merasa iba, ya terkadang mengikuti alur apa yang diceritakan. Semuanya yang keluar dari mulutnya, aku catat di kepalaku dan aku tidak banyak berbicara macam-macam dengan dirinya.
Setelah aku melambaikan tangan pada Nigel, aku turun menyebrang jalan menuju Restaurant cepat saji yang selalu buka 24 jam. Ini yang paling kusuka memencet tombol tanda ingin menyebrang dan hari itu aku berkali-kali memencetnya. Hurrrayy…kemudian aku segera bergegas pergi sebelum polisi mengetahui kejahilanku, habis tidak ada cctv sih! Seperti biasa Sam, kakek yang sudah berusia 70 tahun itu menghampiri mejaku dan memeluk aku. Aku memesan secangkir kopi cream dan wafel yang muanteeep sekali rasanya. Dia memegang cangkir kopi pahitnya dan menyeruputnya. Lalu kami berdua mengempulkan asap rokok dan tertawa. Entah apa yang ditertawakan, intinya kami bahagia bisa merokok bebas di luar ruangan restaurant ditambah fasilitas meja bundar yang orang lain tidak pernah menepatinya kecuali kami di saat pagi.
Aku senang mendengarkan ceritanya tentang Airport yang dibangunnya di kota itu, Sam tidak pernah bosan menceritakannya padaku, begitu juga aku tidak pernah bosan mendengar kisah-kisahnya . Apalagi di saat mencurahkan hidup seorang diri di hari tuanya dan perasan-perasaan Sam tentang kematian. Tentang anak-anaknya yang sudah sukses semua dan hati kecil Sam yang suka menangis melihat mereka. Menangis bahagia. Inipun sam lebih banyak berbicara daripada aku dan aku tetap mencatatnya.Aku sering melewati jembatan cantik ini, menatap laut dari mobilku di hari sabtu. Aku selalu bersama Mei sahabatku bila bercinta dengan jembatan merah nun cantik ini. Kami berdua jarang mengobrol banyak di lokasi ini. Kami hanya berlari-lari kecil mengambil gambar. Dapat sudut pemandangan yang menawan..Langsung Klikk…Klikk..Klikk..Ini sudah membuat kami senang bersama hembusan angin segar yang menampar tubuh kami.Inilah serunya jika ke tempat ini hari sabtu, banyak turis-turis itu pasti, tapi banyak juga pasangan-pasangan yang langsung berubah romantic karena efek magnetic jembatan ini. Lucunya pasangan-pasangan itu suka mengajak berbicara padaku. Berbicara tentang kapan mereka berjumpa, kejelekan-kejelekan pasangan mereka, tentang putus-sambung hubungan mereka, tentang melamar kekasih mereka di jembatan ini dan beraneka macam tentang cinta dibicarakan kepadaku. Dan seperti biasa aku tidak banyak berbicara dan mendengarkan mereka bercerita saja. Tapi jika di jembatan merah ini, pikiranku langsung melayang ke kekasihku yang berbeda kota dan itu membuatku kesal. Ha..ha..Ha..

Aku tidak tahu apa alasan mereka-mereka itu senang terbuka berbicara denganku. Di setiap tempat, pasti aku selalu di ajak mereka bicara. Tidak di kantin kampus, di bus, di kereta, di café, diantrian teater, di mall, di swalayan, di gereja, di mesjid, di parkiran, di apartemen, di tempat bekerja, semuanya berbicara padaku. Berbicara tentang segala hal. Hal yang tidak pernah aku dengar sebelumnya dan juga hal yang sering aku dengar. Tapi mimik dan ekspresi mereka menceritakan kisah kehidupan mereka membuatku tambah bersemangat mendengarkan mereka. Mendengarkan, juga mencuri pengalaman-pengalaman mereka. Setelah mereka berbicara, aku mencatatnya.

Seperti hari ini aku mencatat sebuah pesan tertulis,”Pulanglah”. Bagaimana sayang? Kau menyuruh aku untuk pulang. Untuk apa? Untuk menulis lagi katanya. Menulis? Hemm, apakah sudah saatnya aku kembali? Ya, mereka rindu padamu. Mereka? Ya, apa kau lupa orang-orang yang kau kenal itu, kisah mereka kau jadikan tulisan, kau ketik, kau copy, kau print dan kau kirimkan kepada mereka. Tidak ingat? Dan sampai saat ini, 10-10-10, mereka banyak menanyakan kabar darimu. Kata mereka,”Tidak cukupkah waktu sepuluh tahun menguburkan tumpukan tanah-tanah yang sebenarnya subur itu? Dan untuk apalagi mencari lahan baru jika sebenarnya lahan yang lama itu telah menanggap jiwa pemiliknya tertanam dengan rapi.Apa kau masih mencintaku? Ha..Ha..Ha..Sepuluh tahun sayang. Sepuluh tahun tanpa dirimu. Aku sudah berkali-kali berganti kekasih, begitu juga dengan kau. Tidak ada yang seperti aku kan pacar-pacarmu itu? Dan tidak ada juga pacar-pacarku yang seperti kau. Dan aku sangat yakin sekali, kau pasti sudah tak terhitung lagi beraksara di file pribadimu tentang kisah kita, bukan?..Hayoo, mengaku saja.

Kali ini aku ingin kau pulang. Pulang untuk diriku, pulang untuk tanahmu, dan pulang untuk berbicara pada mereka lalu kau tulis. Menulis hal-hal yang membosankan. Menulis hal-hal yang mengharukan. Menulis hal-hal yang menegangkan. Menulis hal-hal yang orang belum pernah baca. Menulis hal-hal yang menyenangkan. Menulis tentang daun, si kembar tetanggamu yang tuna runggu, tentang Artis yang kau temui di butik, tentang boneka, tentang sisilahmu, pokoknya semua hal sesuka hatimu saja.Hemm. Oke..Oke..Tapi jika aku pulang, tidak ada perempuan di sampingmukan? Argghh, masih tidak berubah. Selalu bertanya soal itu-itu saja. Membosankan tapi aku rindu. Jangan keras hati dan keras kepala sayang. Jangan takut. Dan pulanglah karena aku masih di sini. Menunggumu. Apa kau tidak rindu dengan Nigel yang sudah menjadi dokter sekarang? Apa kau tidak mau menjenguk Sam yang sering mengigau namamu di rumah sakit saat ini? Apa kau tidak rindu dengan sahabatmu Mei yang sudah beranak tiga? Apa kau tidak rindu dengan gaya ciumanku yang selalu kau bilang “Beuh, tambah lagi dunk, aku tidak puas-puas nih”.

Apa kau tidak rindu dengan pemandangan di dunia ini yang banyak sekali diambil butir-butir nilainya. Tidak perlu kata-kata yang berhias-hias. Cukup sederhana. Tapi mampu membuat orang membacanya untuk mengikuti terus dan memahami makna rangkaian kata-kata yang kau ciptakan.Jika kau sudah tidak merasa lagi itu bukan tempatmu. Pulanglah atau hijrahlah. Tapi aku ingin kau pulang, kita hijrah bersama ke kota yang selalu kita impikan. Kota yang berdinamik karena detaknya tak pernah berhenti.

Baiklah, aku pulang. Tunggu aku, aku akan pulang. Kapan? Tunggu saja. Surprise.

** 10-10-10, 10 thn Aku Catat dan Aku tulis