Aku meninggalkan kota itu dengan kenangan. Kini Aku kembali mengenangnya.
Nigel selalu bercerita dia berasal dari keluarga biasa-biasa saja, tapi dia ingin sekali menjadi seorang dokter nantinya. Karena dia tidak kaya, dia harus mendapatkan beasiswa di universitas yang selalu diidam-idamkannya. Lalu Bus datang dan kami berdua masuk, kemudian dia melanjutkan pembicaraan lagi, mengapa dia tergila-gila dengan Muhammmad Ali dan tertarik sekali mempelajari islam. Hari terakhir aku bertemu dengannya, itu topic yang dibicarakannya.
Aku tidak tahu apa alasan mereka-mereka itu senang terbuka berbicara denganku. Di setiap tempat, pasti aku selalu di ajak mereka bicara. Tidak di kantin kampus, di bus, di kereta, di café, diantrian teater, di mall, di swalayan, di gereja, di mesjid, di parkiran, di apartemen, di tempat bekerja, semuanya berbicara padaku. Berbicara tentang segala hal. Hal yang tidak pernah aku dengar sebelumnya dan juga hal yang sering aku dengar. Tapi mimik dan ekspresi mereka menceritakan kisah kehidupan mereka membuatku tambah bersemangat mendengarkan mereka. Mendengarkan, juga mencuri pengalaman-pengalaman mereka. Setelah mereka berbicara, aku mencatatnya.
Seperti hari ini aku mencatat sebuah pesan tertulis,”Pulanglah”. Bagaimana sayang? Kau menyuruh aku untuk pulang. Untuk apa? Untuk menulis lagi katanya. Menulis? Hemm, apakah sudah saatnya aku kembali? Ya, mereka rindu padamu. Mereka? Ya, apa kau lupa orang-orang yang kau kenal itu, kisah mereka kau jadikan tulisan, kau ketik, kau copy, kau print dan kau kirimkan kepada mereka. Tidak ingat? Dan sampai saat ini, 10-10-10, mereka banyak menanyakan kabar darimu. Kata mereka,”Tidak cukupkah waktu sepuluh tahun menguburkan tumpukan tanah-tanah yang sebenarnya subur itu? Dan untuk apalagi mencari lahan baru jika sebenarnya lahan yang lama itu telah menanggap jiwa pemiliknya tertanam dengan rapi.Apa kau masih mencintaku? Ha..Ha..Ha..Sepuluh tahun sayang. Sepuluh tahun tanpa dirimu. Aku sudah berkali-kali berganti kekasih, begitu juga dengan kau. Tidak ada yang seperti aku kan pacar-pacarmu itu? Dan tidak ada juga pacar-pacarku yang seperti kau. Dan aku sangat yakin sekali, kau pasti sudah tak terhitung lagi beraksara di file pribadimu tentang kisah kita, bukan?..Hayoo, mengaku saja.
Kali ini aku ingin kau pulang. Pulang untuk diriku, pulang untuk tanahmu, dan pulang untuk berbicara pada mereka lalu kau tulis. Menulis hal-hal yang membosankan. Menulis hal-hal yang mengharukan. Menulis hal-hal yang menegangkan. Menulis hal-hal yang orang belum pernah baca. Menulis hal-hal yang menyenangkan. Menulis tentang daun, si kembar tetanggamu yang tuna runggu, tentang Artis yang kau temui di butik, tentang boneka, tentang sisilahmu, pokoknya semua hal sesuka hatimu saja.Hemm. Oke..Oke..Tapi jika aku pulang, tidak ada perempuan di sampingmukan? Argghh, masih tidak berubah. Selalu bertanya soal itu-itu saja. Membosankan tapi aku rindu. Jangan keras hati dan keras kepala sayang. Jangan takut. Dan pulanglah karena aku masih di sini. Menunggumu. Apa kau tidak rindu dengan Nigel yang sudah menjadi dokter sekarang? Apa kau tidak mau menjenguk Sam yang sering mengigau namamu di rumah sakit saat ini? Apa kau tidak rindu dengan sahabatmu Mei yang sudah beranak tiga? Apa kau tidak rindu dengan gaya ciumanku yang selalu kau bilang “Beuh, tambah lagi dunk, aku tidak puas-puas nih”.
Apa kau tidak rindu dengan pemandangan di dunia ini yang banyak sekali diambil butir-butir nilainya. Tidak perlu kata-kata yang berhias-hias. Cukup sederhana. Tapi mampu membuat orang membacanya untuk mengikuti terus dan memahami makna rangkaian kata-kata yang kau ciptakan.Jika kau sudah tidak merasa lagi itu bukan tempatmu. Pulanglah atau hijrahlah. Tapi aku ingin kau pulang, kita hijrah bersama ke kota yang selalu kita impikan. Kota yang berdinamik karena detaknya tak pernah berhenti.
Baiklah, aku pulang. Tunggu aku, aku akan pulang. Kapan? Tunggu saja. Surprise.
** 10-10-10, 10 thn Aku Catat dan Aku tulis