Yang Tersirat di Balik Festival Sidembunut, Bangli

7
773

Festival Sidembunut, Bangli

Kemarin, tanggal 28 Febuary 2015, Festival Desa Sidembunut, diadakan bersama titik-titik hujan yang mereda membasahi langit Bangli. Acara sempat tertunda karena hujan yang turun deras. Satu jam kemudian Festival pun dimulai. Dibuka oleh Bupati Bangli, Bapak Made Gianyar, Pemimpin Sanggar Hasta Gina, dan Kapolres beserta pemuka dan pemangku desa  – setelah pengantar pembuka, penampilan seni budaya dan karya seni Desa Sidembunut berjajar berjalan di hadapan pengunjung, media, dan penduduk memamerkan yang khas dari Bangli. Pakaian adat, tarian, musik, Bondres, kerajinan ditampilkan di depan para pejabat, tamu, dan masyarakat umum satu per satu. Setelah itu, pengunjung digiring untuk menikmati permainan gamelan yang dimainkan oleh wanita-wanita cantik desa Sidembunut, dan dilanjutkan menjajah 9 tenda makanan dan minuman khas Bali yang sumpah itu semua sangat mengusik selera untuk segera mencicipinya. Dan hampir semua hidangan, rasanya  maknyoss!

            Festival yang diselengarakan Lite Institute – atas bantuan hibah dari Yayasan Kelola, bersama Sanggar Hasta Gina, bertujuan untuk mengali potensial sumber daya manusia Desa Pakraman Sidembunut yang  berkaitan dengan UU Desa  tahun 2014. Selain itu juga, bertujuan untuk mensosialisasikan UU Desa tahun 2014. Salah satu isi dari UU Desa No.6 tahun 2014 tentang desa terobosan era baru bagi desa : “Desa membangun dan membangun desa supaya maju, sejahtera, mandiri, tanpa kehilangan jati diri (adat dan budaya).”

Untuk melihat isi dari UU Desa, Tahun 2014, silahkan klik > >> http://www.slideshare.net/DesaAdatBali/kajian-mudp-bali-terkait-uu-desa .

“Atas bantuan hibah”, kalimat ini memang tersirat kisah di balik situasi seni dan budaya yang telah terjadi selama ini di  Bangli. Menurut pengakuan penduduk yang berprofesi sebagai pelaku seni dan budaya, tidak ada biaya penunjang untuk berekpresi dan pembekalan potensi. Biasanya mereka menari atau memainkan wayang tidak begitu dihargai, malah sering tidak dibayar. Begitu juga untuk pelatih atau pengajarnya.  Untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang meningkatkan, mengali, dan mengembangkan potensi, mereka kekurangan dana.  Maksud festival ini diadakan pun bertujuan untuk memajukan kesejahteraan pelaku seni dan budaya.  Festival ini juga melibatkan penduduk setempat, jadi festival ini milik masyarakat Desa Pakraman Sidembunut, bukan festival hanya milik penyelenggara ataupun Sanggar Hasta Gina. “Karena desa adalah pondasi!” begitu kata penduduk setempat.

 Tidak  dipungkiri,Desa Pakraman Sidembunut   banyak memiliki talenta-talenta yang mengesankan. Pemandangan desanya pun sangat cantik dengan penuh kesederhanaannya. Sayang memang, bila untuk berkarya/berseni saja harus terhambat dan tidak dihargai. Tidak heran Yayasan Kelola membantu mereka untuk berekpresi seluas-luasnya dan sebebasnya dalam berseni dan berbudaya.

Menurut Jero Mangku Tirtayasa, pemimpin Sanggar Hasta Gina, acara festival ini baru diadakan kali pertama dan akan diadakan setahun sekali nantinya. Pentas budaya yang digelar merupakan hasil dari pelatihan-pelatihan pelaku seni kepada remaja dan penduduk setempat, khusus Festival Sidembunut tahun ini. Tidak heran, disebutkan di atas tadi festival ini milik masyarakat setempat, karena yang terlibat adalah pemilik dan pelaku jiwa-jiwa seni budaya, sekaligus dukungan masyarakat yang kental memegang seni budaya dan adat istiadat Bali.

Kegiatan sanggar Hasta Gina yang mengajak masyarakat untuk berseni dan berbudaya, cukup banyak. Salah satunya,  melakukan pelatihan dalam lapas, mengadakan lomba, kegiatan yoga, tari, ngaya (menyumbangkan kemampuan mereka dan melakukan upacara di pura). Sebagai informasi terdapat  15 Pura di Desa Pakraman. Jika ini kegiatan ini bisa sampai keluar,  bisa membantu mereka mendapatkan dana dan meringankan beban keluarga mereka. Lumayan hasil yang didapatkan berkisar 500 ribu sampai 1,5 juta untuk sekali penampilan dan bisa disumbangkan ke sanggar.

Lalu  “Apa pengaruh sanggar terhadap desa Pakraman?” Jero Mangku Tirtayasa mengatakan, “Mereka bisa memberikan sumbangan kepada masyarakat. Anak muda di desa dikumpulkan untuk mengembangkan kemampuan sesuai bakat dan minatnya. Agar mereka melakukan kegiatan positif. Bagi penduduk berusia dewasa, bisa membantu kesejahteraan keluarganya. Dan seni budaya di desa tidak mati atau mengalami penurunan.”

Sebagian orang bilang, berkreasi, berkreasilah tanpa harus memandang unsur-unsur penghalangnya. Sebagian orang lagi mengatakan, berkreasi dan daya cipta akan mengalir bebas, apabila unsur-unsur penghambat diperhatikan dan ditindaklanjuti. Di awal berekspresi kreasi cipta, kita tidak akan memikirkan apa-apa. Tapi apa jadinya, bila itu sudah dilakukan rutin dan menyangkut perut kosong, apakah kita akan bebas mengalir berkreasi tanpa memikirkan Rupiah? Rasanya tidak, karena berkreasi itu perlu ketenangan dan kedamaian. Pelaku seni budaya pun butuh penghargaan dan hidup!

Festival Sidembunut ditutup dengan menyaksikan pentas tari yang diperagakan oleh muda-mudi dan bocah-bocah ciamik, dan diakhiri seni Bondres dengan gaya kocak yang menyongsong sosialisasi UU Desa dengan segala pro dan kontranya .

Festival sidembunut

Foto Dokumen Pribadi dan foto dalam bentuk PDF > Festival Sidembunut 2015 Bangli Bali

7 COMMENTS

    • jadi hibah itu karena mereka kekuerangan dana dan dibantu oleh Yayasan Kelola yg memang bergerak di bidang seni budaya, dll….hibah gak termasuk di UU desa loh Om..takut salah gw inteprestasi org..dan hibah itu ya dimanfaatkan mereka buat festival..thank you,ayank Ahmed