Film A Copy of My Mind

17
997
Film A Copy of My Mind

Finally, saya nonton juga Film A Copy of My Mind yang disutradarai Joko Anwar yang juga sebagai penulis skenario. Diperankan oleh Tara Basro, Chicco Jerikho, Maera Panigoro, Ario Bayu, Paul Agusta, Tony Setiaji, dan Ronny P. Tjandra. Film A Copy of My Mind telah berhasil masuk ke Venice International Film Festival, Toronto, dan Busan. Dan memenangkan Film Terbaik di Festival Film Indonesia 2015.

Kami tidak mau memperlihatkan Indonesia lebih buruk atau lebih baik, kami berusaha menampilkan film ini se-real mungkin,” Joko Anwar, Penulis Skenario dan Sutradara Film A Copy of My Mind.

Selama Menonton Film A Copy of My Mind, saya tersenyum terus. Alasannya, film ini menampilkan sisi Indonesia dan karakter-karakter yang setiap hari kita temukan dan dipresentasikan secara natural, apa adanya. Bagi saya Film A Copy of My Mind adalah sebuah film realita kehidupan masyarakat di Jakarta yang dihadirkan tanpa berlebihan. Itulah Jakarta yang sebenarnya berikut manusia-manusianya. Salah satu film Indonesia yang ditampilkan secara berbeda dari film-film Indonesia lainnya. Seperti membawa model dan aroma parfum baru yang ditawarkan kepada penonton.

Dengan sinopsis, tokoh Sari yang bekerja sebagai pegawai facial di salon murah. Bertemu Alek, diperankan oleh Chicco Jerikho di toko DVD bajakan. Sehari-hari Alek bekerja sebagai penterjemah film DVD bajakan yang menggunakan Google translate dalam menyelesaikan pekerjaannya. Mereka jatuh cinta, kemudian hubungan mereka terjebak  situasi  politik dan orang-orang yang ‘bermain kotor’ di dalamnya. Berawal dari Sari yang bertemu Ibu Mirna dan ternyata seorang broker proyek Pemerintah. Begitu lah sekilas sinopsis film A Copy of My Mind. Selanjutnya..

Film A Copy of My Mind yang diproduksi oleh Lo-Fi Flicks dan CJ Entertainment, berkeliaran para artis yang bermain brilliant. Tiga pemain yang saya sukai di film ini, Tara Basro, Chicco Jerikho, dan Maera Panigoro. Joko Anwar telah berhasil ‘menenggelamkan’ para pemain ke dalam karakter masing-masing. Padahal, banyak dialog yang harus dilakukan secara improvisasi, contohnya tokoh Mirna yang diperankan Maera Panigoro. Dalam dialog Mirna, terlihat sekali ucapan-ucapannya berasal murni dari kepala Maera.

Wajah mupeng  yang diperlihatkan oleh karakter Alek pun, bagi saya memang seperti itulah rona lelaki dan ucapannya saat kali pertama mencumbui wanita. Juga adegan setelah bercinta, Sari menunjukkan binar-binar di wajahnya. Wajah yang tersenyum dan lega,  karena bercinta dengan pria yang memikatnya.

Adegan lainnya, ketika Alek tidak pulang selama beberapa hari, dimainkan sangat natural oleh Tara Basro. Wajah resah, rindu, hilang semangat, dan berusaha menjalankan keseharian, sangat alami dibawakan seperti halnya wanita-wanita yang kehilangan. Adegan lain yang terasa dekat, dimainkan oleh Paul Agusta sebagai atasan Sari. Yang kebiasaannya berbicara dengan mencampur adukan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bukankah begitu habit  orang-orang zaman sekarang yang quite often using bahasa mix dengan bahasa Inggris in daily routine?  Ah, saya jadi terbawa (sambil kedip-kedip mata).

Film ini memang menonjolkan karakter daripada gambar. Karena A Copy of My Mind memang sengaja mengangkat realitas kehidupan dan Indonesia. Gambar yang tidak mewah, tidak juga buruk, melainkan mengikuti gerak dan situasi pemainnya serta fisik lokasi. Setiap karakternya terlebih dahulu diberikan historis. Lalu, Joko Anwar menginterview setiap pemeran, agar dapat melihat pemain tersebut telah ‘masuk’ atau belum ke dalam karakternya.

Joko Anwar cukup memberikan gambaran situasi kepada para pemainnya. Ini pun dilakukan setelah kamera dinyalakan – langsung di lokasi. Metode ini saya anggap sukses dilakukan oleh sang sutradara terhadap para pemainnya. Malah, Chicco Jerikho berterima kasih kepada Joko Anwar karena telah memberikan kesempatan untuk belajar menghasilkan karakter yang kuat. Dan mendapatkan pengalaman yang belum pernah ia dapat dari film-film sebelumnya. Begitu pula Maera Panigoro.

Soal karakter Sari yang dimainkan Tara Basro, tidak usah dipertanyakan lagi. Tara Basro benar-benar menjadi Sari yang bekerja di salon, suka nonton film bajakan, dan terkadang suka mengutil DVD. Congratulation, Tara Basro! Joko Anwar memang memberikan ruang yang luas kepada para pemainnya untuk eksplorisasi. Di sinilah, kesempatan bagi pemain untuk menunjukkan kemampuan acting-nya.

Menurut saya di film ini, Joko Anwar menerapkan metode penulisan skenario yang driven character  dan  pernah diajarkan di Workshop Menulis Skenario, Galeri Indonesia Kaya. Saya ingat sekali ucapannya, “Mengapa film Indonesia begitu-begitu saja, ya, karena tidak mengerjakan PR ini.” Bisa dibaca di-link ini

Dan film A Copy of My Mind sudah bisa ditonton mulai tanggal 11 Febuari 2016.

Behind The Scene Film A Copy of My Mind

Film ini dilakukan secara gerilya dan gotong royong. Tidak ada fasilitas, para crew yang merangkap kerja, dan pemain yang saat istirahat tidur di emperan. Crew hanya berjumlah 20 orang – biasanya crew dalam sebuah film berjumlah 100 -150. Shooting-nya pun hanya 10 hari. “Normalnya shooting film sekitar 3 minggu sampai 2 atau 3 bulan,” ucap Joko Anwar saat press-conference, 3 Febuari 2016, Cinema XXX Plaza Indonesia.

Tim dan Joko Anwar merasa terkejut dan bersyukur film Copy of My Mind masuk Venice International Film Festival. Setelah 10 tahun, akhirnya film Indonesia masuk Festival Film ini kembali – sebelumnya film Opera Jawa (Java) yang disutradarai Garin Nugroho berhasil memikat para juri Venice International Film Festival .

Mereka sadar sekali keterbatasan produksi di film ini. Keterbatasan tidak membuat sesuatu ataupun seseorang terhambat dalam kreativitas yang membawa keberhasilan tak terduga. Ini yang saya ambil dari cerita di balik produksi film A Copy of My Mind.

Film yang memang memiliki kualitas atas keberhasilan melakukan pendekatan komunikasi antara pemain, cerita, dan penonton. Suatu bentuk pendekatan komunikasi yang sejajar dengan penonton – tidak berada di atas maupun di bawah penonton. “Komunikasi yang tidak menggurui,” begitu ungkap Joko Anwar. Misal, jika menonton film ini, kita bakal sering mendengar suara Adzan. Joko Anwar bukan mengajak penonton untuk sholat. Namun itulah yang kerap terjadi bila kita lokasi rumah dekat Mesjid atau Musholla. Dan memang inilah bentuk sebagian kota Jakarta. Hal ini memang sengaja dimasukan Joko Anwar sebagai rekaman secara jujur  mengangkat kebiasaan Jakarta.

Selanjutnya bicara soal music scoring, di film ini penonton tidak akan menemukannya. Tapi penonton akan mendengar musik yang khusus dibuat oleh Rooftop Sound Jakarta (Bemby Gusti, Aghi Naratama, dan lainnya). Penonton bakal mendengar musik yang berbeda yang dipasang dari toko satu ke toko lainnya. Rooftop Sound Jakarta membuat sekisar 70 lagu untuk film ini.

Hal menarik lain di balik film ini, pekerjaan Art Director, Windu Arifin.  Saat shooting ia harus bersiap-siap menyiapkan dekorasi dan properti bila Joko Anwar menyuruhnya setting di lokasi yang tidak direncanakan. Memang gila! Tidak hanya pemain yang harus sigap, crew pun harus bertindak cepat dan kreatif menghadirkan area dan situasi bersama propertinya seperti yang diinginkan sutradara.

Film A Copy of My Mind hanya disensor 2 adegan. Pastinya bukan adegan saat bercinta. Jadi adegan bercinta tanpa sensor? Ya, lagi pula itu bukan adegan seronok atau tak pantas. Lalu bagian mana yang disensor? Silahkan penonton mencari tahu sendiri.

Dalam Film A Copy of Mind, saya sempat merasakan detik-detik yang membosankan atau bisa juga dikatakan datar. Tapi justru itulah rutinitas/kebiasaan hidup yang memang terkadang membosankan. Selamat Joko Anwar dan para pemain yang telah berhasil ungkap kejujuran atas realitas kehidupan. Realitas percintaan, pekerjaan, politik, dan pemikiran-pemikiran orang terhadap kerasnya hidup. Seperti dialog, “Tai nih Jakarta, susah dapat uangnya,” seru Ario Bayu dalam Film A Copy of My Mind.

 

Prescon Film The Copy of My Mind -by Sari Novita
Press Conference Film A Copy of My Mind. Saya pun sengaja memotret beginilah situasi ketika press conference

 

 

17 COMMENTS