I am You, You are Me: Menjadi Satu

4
761

“I  am You, You are me, We Becomes Us, One.”  Ahay, babak cecintaan pun dimulai, akhir yang bahagia pasti ada. Iya, dunk perhatikan saja kalimat awalnya, “..becomes us, one..” O, ya ada lagi kalimat menarik yang kemarin dicuri dari media sosial, “Meramal masa depan adalah dengan menciptakannya,” jadi Happy Ending itu butuh diciptakan.

Paling gampang memang mengaitkan suatu topik dengan cinta. Cinta itu, kan  luas. Apa pun yang berdasarkan cinta, pasti rela  dilakukan. Seperti kalimat, “I will do anything for you, love.” Meskipun kerikil-kerikil tajam tidak pernah melupakan manusia. Karena realita mengejar manusia, bagaimana mau lari dari kenyataan?

Hampir setahun ini, saya berjumpa lagi dengan orang-orang yang menginspirasi. Pandangan mereka tidak saja untuk diri pribadi tapi orang banyak. Pemikiran-pemikiran dari hasil pengalaman hidup yang kemudian menularkan virus-virus positif. Dari Cinta yang  berdampingan dengan mimpi-mimpi besar.

Bagi saya, tidak ada mimpi yang biasa-biasa saja. Semua mimpi punya  nilai besar. Orang boleh berbeda opini, begitu pula soal mimpi, anggapan besar maupun kecil, itu tidak ada .

Seorang pria bernama Apenk, 37 tahun, sejak muda ingin mempunyai perpustakaan yang meminjamkan buku secara gratis. Menurutnya, buku dapat mengubah masa depan bangsa. Melalui buku dan sastra, orang bisa paham mengenai kemanusiaan dan memacu untuk berpikir .

Tujuan mendirikan perpustakaan adalah menularkan virus membaca. Dengan target pembaca segala usia, siapa pun bisa meminjam buku dari perpustakaannya. Kemudian targetnya mengerucut. Ia berpikir bahwa yang bisa menyelamatkan bangsa adalah anak-anak.

Perpustakaan Ambu Ciganjur
Dokumentasi: Perpus Ambu, Ciganjur

Ia membiarkan anak-anak di dekat rumahnya menjadi pengurus perpustakaan. Melibatkan mereka tidak hanya melalui buku, tapi kegiatan mengambar, membuat komik, kartu ucapan, dan kegiatan yang memicu kreativitas lainnya. Ia yakin, melibatkan mereka mengurus perpus  bisa menumbuhkan rasa memiliki dan berbagi. Setiap minggunya, tanpa merasa sungkan atau malas anak-anak mengelar buku-buku di taman komplek perumahannya.

Setelah pulang sekolah, sering terlihat anak-anak membaca buku atau bermain dadu, catur, kartu uno, dan lainnya di perpustakaannya. Sengaja wi-fi internet di matikan agar mereka tidak sering bermain games online. Selain mengembangkan perpustakaan, Apenk adalah penulis novel. Bagi dirinya maupun penulis lain, buku adalah sebuah warisan. Warisan yang akan ditinggalkan dan dibaca oleh orang lain. Proses penulisan buku terbarunya, disajikan ke dalam novel bergenre metafiksi.  Proses yang memakan waktu 17 tahun, tahun-tahun pengalaman hidupnya.

Cerita lain, seorang wanita berusia 25 tahun yang suka dengan tarian tradisional, bernama Wulan. Sejak kecil, Wulan suka menari. Dengan menari, Wulan merasakan kebebasan. Bermula dari menari, selanjutnya Wulan menyukai hal seni budaya Nusantara. Setelah menamatkan kuliahnya, Wulan bergabung dengan Sobat Budaya yang didirikan oleh Hokky Situngkir. Sobat Budaya sendiri awalnya berbentuk komunitas yang berubah menjadi yayasan yang bergerak dalam pendataan budaya. Beranggotakan yang kebanyakan anak muda. Dan berharap Sobat Budaya bisa membiayai riset budaya di masa datang.

Ekspedisi Baduy, Sobat Budaya. Dok: Sobat Budaya
Ekspedisi Baduy, Sobat Budaya. Dok: Sobat Budaya

Membantu pendataan dan ekpedisi budaya, bagi Wulan itu suatu kontribusi  untuk bangsa dan masyarakat luas. Tidak sedikit, masyarakat yang tidak begitu mengenal ataupun punya keingintahuan tentang budaya. Melalui pendataan yang ditemukannya selama ekspedisi, Wulan dan  Hokky, peneliti sains dan budaya, mengabungkan semuanya. Hasil dari pendataan itu dipublikasikan melalui website dan media sosial.

Waktu berjalan, data-data tersebut diimplementasikan ke bentuk  aplikasi acrobatik dan nusa kuliner Nusantara. Kabar terbaru, penemuan yang dilakukan Hokky puluhan tahun, diabadikan ke dalam buku “Kode-kode Nusantara.

Minat yang muncul dari Apenk dan  Wulan berdasarkan kesukaan dan rasa penasaran tinggi. Wulan ingin lebih banyak mengenal budaya, sedangkan Apenk ingin menuliskan apa yang dialami, diimajinasikan, juga tentang  naskah kuno Sunda serta kisah  peristiwa masa lalu serta yang masih berjalan. Dari buku dan sastra, berlanjut perpustakaan. Dari tari berjumpa ragam budaya. Dua orang yang memiliki jiwa untuk berkarya. Dua orang yang tak segan-segan menyelusuri sejarah dan saat ini.

Buat Apenk, buku dan sastra adalah segalanya. Dan tari  ibarat cinta pertama Wulan. Buku dan sastra telah menyatu di benak dan tubuh Apenk, begitu pula dunia tari yang mempertemukan Wulan dengan budaya.

Saat menulis, Apenk sangat total mengerjakannya. Tidak hanya menulis, mendirikan perpustakaan dan mempelajari berbagai hal, ia menguliknya secara serius. Wulan pun membiarkan dirinya bergelut dalam pendataan budaya tanpa  kenal waktu. Totalitas dan konsisten menjadi dua hal yang menempel di jiwa mereka. Sebab apa yang mereka lakukan tersebut merupakan bagian dari dirinya. Hingga identitas yang melekat pada mereka sangat kuat. Bila negara ini, mungkin telah kehilangan identitasnya, setidaknya mereka tidak.

Ibarat, aku adalah kamu, kamu adalah aku. Aku dan kamu adalah satu.

Aku akan melakukan apa pun untuk karyaku. Untuk diriku juga untuk orang banyak. Dengan mimpi, aku dan kamu kamu kamu menjadi satu. Meski aku tahu tidak ada yang berjalan mulus dalam perjalanan ini. Buku dan budaya bisa menyatukan bangsa.

Untuk meramal masa depan adalah dengan menciptakannya. 

Postingan ini untuk Hari Sumpah Pemuda dan mendapatkan dukungan dari Opini.id  yang bergerak di ruang media penyaluran aktifitas kreatif bangsa – sebuah situs Anak Muda yang punya kepedulian . Opini.id mendukung gerakan anak muda yang bersatu, seperti Jong United, untuk Sumpah Pemuda.

Soempah Pemoeda

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, Bangsa Indonesia

Kami poetra dan poetri Indonesia mengjoenjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia

Djakarta, 28 Oktober 1928

4 COMMENTS