Tip Menjadi Food Blogger, Memotret dan Mereview Kuliner

22
1216

“Shoot, Eat, and Write”

Pengen jadi food blogger? Gampang, kok. Kuncinya Cuma satu: Konsistensi. Sebentar, ada lagi, yaitu banyak belajar. O, ya, ada lagi, banyak eksplorisasi. Terakhir, harus tahan banting. Mudah, kan? Semudah bicara dan menulis di blog. Haha. Lagi pula semua orang juga tahu soal ini. Menjadi blogger memang tidak semudah yang orang bayangkan. Dan siapa bilang menulis di blog itu mudah.

Mudah atau tidaknya nulis di blog, poinnya sih banyak belajar aja menulis. Kalau saya bilang, menulis di blog itu hanyalah langkah awal. Yang hobi menulis bisa kembali pada apa yang dimimpikan. Ingin jadi penulis fiksi, penulis artikel, script writer, content writer, ghost writer, copy writer, atau biografi? Atau  menjadi videographer, vlogger, dan photographer? Dan itu semua adalah peluang ngeblog.

Blog bisa menjadi portofolio tulisan, video, dan foto. Selain blog kita perlu memperluas networking. Penting banget punya kenalan yang luas dan menjaga attitude. Penting juga untuk berusaha agar tidak lewat deadline.

Bayu Amus - IG: @Epicurina - Food Blogger
Bayu Amus – IG: @Epicurina – Food Blogger, Food Writer, & Consultant yang mengawali karirnya dengan ngeblog

 

Minggu, 2 October 2016, Senayan City, saya berkesempatan berjumpa dengan Food Blogger dan Food Photographer, yang ngetop dengan nama Captain Ruby. Panggilannya sih Ruby, anaknya  enak diajak ngobrol dan sedikit konyol. Fellexandro Ruby menjadi narasumber Talk Show “Be a jenius food blogger”, otomatis yang dibicarakan seputar food blogger dan fotografi kuliner. Menjadi food blogger urusannya nggak jauh dari review makanan dan jepret makanan. Jadi untuk menampilkan review makanan di blog membutuhkan foto kuliner yang menarik dan bikin pembaca meleleh ingin mencicipi.

Jadi food blogger kudu bisa motret?  Mau tidak mau sebagai food blogger perlu belajar motret dan teknik pengambilan foto yang baik. Tulisan review makanan dan hasil jepretan merupakan 2 hal penting dan tidak  bisa diabaikan. Peralatan motret bisa menggunakan smartphone atau kamera DSLR ataupun mirrorless. Hasil foto semua tergantung dari kita. Jika boleh menambahkan, saya sarankan untuk mengambil workshop photography dengan narasumber yang ahli di bidangnya.

Photo by Dhita Beechey ~ IG:@balispotting
Photo by Dhita Beechey ~ IG:@balispotting ~ Berawal dari doyan makan dan masak kemudian dituliskan dalam blog. Lalu Dhita serius menjadi food photographer profesional.

Tip Menjadi Food Blogger & Photographer

Nggak usah panjang-panjang, ya, langsung aja melirik tip yang di-share oleh @captainruby

  1. Passion. Hal pertama dari segala bidang yang kita ingin terjun apalagi menjadi profesional, passion adalah penting. Passion tidak sama dengan “ikut-ikutan” tren. Setiap orang punya bakat dan minat masing-masing. Dan setiap individu adalah unik.
  2. “Bertemanlah dengan jendela” sebab cahaya matahari muncul dari jendela. Memotret makanan atau apa pun perlu pencahayaan baik. Soal makanan, cahaya bisa didapat dari sebelah kanan, kiri, dan belakang makanan. Jika tidak ada cahaya, bisa gunakan lighting atau senter, tanpa lupa meninggalkan board/papan/kertas berwarna putih.
  3.  Angle. Memahami sudut pengambilan makanan yang cakep perlu melatih dan ekplorasi. Sarannya, “sering-sering lah foto selfie, semakin sering, semakin tahu angle foto makanan.” Setiap makanan punya angle-nya masing-masing, berarti makanan A tidak sama angle-nya dengan makanan B.
  4. Lensa. Rajin membersihkan lensa. Lensa smartphone dan kamera. Lensa yang kotor akan memengaruhi hasil jepretan.
  5. Editing. Untuk menyajikan foto yang close up, kita perlu mendekatkan kamera pada objek. Meng-zoom kamera bakal membuat foto pecah. Crop bisa jadi cara untuk menghasilkan foto close up/jelas yang baik jika tidak sempat mendekatkan kamera pada objek.
  6. Fokus. Sebelum memotret, perlu memfokuskan objek dengan kamera/smartphone.
  7. Gambar. Teknik mengambil gambar antara foto dan video tidak jauh berbeda. Jadi, bila bisa mengambil video, pasti juga bisa mengambil gambar untuk foto.
  8. Asap. Biasa asap untuk pemotretan minuman kopi yang berasap atau makanan yang prosesnya dibakar/barbeque. Dalam hal ini, kita perlu mencari cahaya yang tidak terlalu terang dan menggunakan cairan asap. Cairan ini bisa menimbulkan asap selama 2 menit dan hindari latar belakang berwarna putih.
  9. Tulisan review. Seringkali kita menemukan kosakata “enak” dalam tulisan review. Sebaiknya dihindari. Bisa diganti dengan “Cocok”, “Sesuai”, dan semacamnya. Cocok menunjukkan spesifik pada lidah kita, kalau “enak” itu soal selera yang semua orang tidak sama.

 

Sate Udang Bakar - Photo: Sari Novita
Sate Udang Bakar – Photo: Sari Novita ~ Nah ini foto makanan Ala Fotografer Amatir tir tir. Motretnya pake smartphone.

Tambahan dari suhu-suhu kuliner yang saya peroleh, bila ingin serius di bidang kuliner perlu menambah pengetahuan soal kuliner.  Misal tentang Molecular Gastronomy yang terkait pengetahuan dasar fisika dan kimia dalam proses penyajian makanan/minuman, juga budaya, bumbu-bumbu,  teknik memasak, dan peta kuliner. Semua itu merupakan bagian dari Gastronomi (Ilmu/seni yang membahagiakan lambung dan lidah) yang menelusuri karakteristik bahan makanan/minuman, resep, geografis, dan budaya.

Suhu-suhu juga bilang kalau bisa sampaikan cerita di balik kuliner tersebut dan menjauh dari pengunaan kata “enak” dan “tidak enak”. Sama dengan apa yang diucapkan Ruby. Terakhir mereka menganjurkan belajar Menata Makanan. Suatu hal yang belum bisa saya lakukan. Padahal menata makanan/minuman bagian penting untuk memotret kuliner agar tampak cantik, hidup, dan bikin ngiler. Ingin menulis review makanan yang baik, belajarlah dari ahlinya, begitu pula ingin menjadi tukang foto makanan, belajar dari ahli memotret kuliner.

Peta Kuliner yang dibuat Bandung Fe Institute
Peta Kuliner Nusantara yang dibuat oleh Bandung Fe Institute

Fellexandro Ruby

Ngeblog sejak tahun 2009. Berawal dari menulis di blog-nya www.wanderbites.com, ia kemudian menekuni food photography. Berdasarkan pengalamannya, menulis review makanan tidak cukup memenuhi kebutuhannya. Tapi dari situ, Ruby menemukan ‘turunan’ dari ngeblog, yaitu memotret makanan yang bisa dijadikan penghasilan. Hobi memotret makanan ditampilkannya di postingan dan banyak yang menyukai. Hal ini membuatnya tidak saja tetap menjadi food blogger tapi juga food photographer.

@CaptainRuby - Photo: www.wanderbites.com
Fellexandro Ruby @CaptainRuby – Photo: www.wanderbites.com

 

Sebetulnya ia lebih memilih disebut sebagai Food Storyteller, sebab ia pula menyukai traveling. Jalan-jalan, kuliner, dan bercerita tentang makanan adalah kombinasi yang mengasyikkan baginya.

Semua orang bisa menuliskan ceritanya dan hasil jepretannya di blog personal. Blog itu ibarat sebuah portfolio yang dapat memperluas tawaran kerja (menulis maupun lainnya). Dan menjadikannya  profesional.

Tulisan saya tentang Tip menjadi food blogger, memotret, dan menata kuliner lainnya  bisa dilihat di blog saya.

Brogatto - Photo IG: @Chalinopita ~ Dijepret menggunakan Smartphone
Brogatto – Photo IG: @Chalinopita ~ Dijepret menggunakan Smartphone

Di balik pertemuan saya dengan Fellexandro Ruby, terjadi karena peluncuran aplikasi “Jenius” dari BTPN. Bisa diunduh melalui Google Play Store dan Apple. Jenius adalah aplikasi yang mengatur dan memudahkan perencanaan dan transaksi keuangan, bisa dicek www.jenius.com

22 COMMENTS

  1. Aku termasuk penikmat fotografi makanan, Mbak Sari. Paling kagum pada kemampuan mereka maksudnya fotografer yang dapat menampilkan makanan secara berseni dan juga mengundang untuk dinikmati. segala sesuatu ada ilmunya. Jika diperoleh dan dipelajari dengan baik lalu dipraktekkan secara konsisten bolehlah kita menyebut diri profesional ya mbak