Opini: Dampak Psikologis Ketidaksejahteraan Rakyat

0
734

Wajah anak-anak bahagia

Kesejahteraan. Kosakata ini dalam kamus besar bahasa Indonesia, berarti suatu keadaan atau kondisi sejahtera; Keamanan, Keselamatan, ketentraman : jiwa sehat dansosial. Seperti masyarakat ketahui Indonesia sedang melaksanakan pemilihan presiden. Tanggal 9 Juli nanti, rakyat Indonesia akan berbondong-bondong datang ke TPS (tempat pemungutan suara). Program-program dari kedua Capres dan Cawapres dipaparkan ke depan rakyat melalui  berbagai mediasi. Salah satu dari program mereka, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kesejahatraaan rakyat Indonesia memang masih belum merata. Masih banyak kasus-kasus yang harus dibenahi terkait masalah kesejahteraan ini. Kesejahteraan berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi. Tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5.78%. tahun sebelumnya pertumbuhan sebesar 6.33%, berarti pertumbuhan mengalami penurunan sebesar  6.03%. Triwulan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi sebesar 5.21%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus merosot, bisa dikatakan hampir mendekati angka 5%. Tentu, hal ini menjadi masalah besar yang tidak bisa diabaikan begitu saja dan menjadi PR (“pekerjaan rumah) utama bagi Presiden 2015-2019 nanti.

Pertumbuhan ekonomi ini menandakan kemiskinan masih menjerat rakyat Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkannya, beberapa di antaranya: tingkat penghasilan yang rendah, pendidikan, daerah terpencil atau daerah yang sulit dijangkau, kualitas SDM rendah, dan hal lainnya. Faktor-faktor ini yang menyebabkan Prabowo-Hatta selalu menekankan program mereka di bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan, dan SDM. Kesenjangan sosial tidak bisa dipungkiri bisa dilihat setiap hariya, tidak berbeda pula dengan fasilitas kesehatan yang masih membeda-bedakan status. Malah, sering mereka tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dikarenakan tidak punya biaya.

Tidak sedikit pula, muncul dampak psikologis dari ketidaksejahteraan yang terjadi terhadap masyarakat. Dampak psikologis negatif suatu kelompok atau masyarakat, berasal dari psikologis seseorang atau individu yang bisa menularkan ke individu lain dan seterusnya. Sehingga, perilaku suatu kelompok mempunyai kemiripan karakter, cara berpikir, dan sikap yang sama satu sama lain. Ada suatu kalimat berisi,”Jika kamu berteman dengan penjual minyak wangi, maka tubuhmu ikut menjadi harum. Jika kamu bermain di comberan, maka tubuhmu akan menjadi bau.” Satu lagi kalimat yang penulis suka, “Jika berteman dengan orang pintar, maka kamu ikut menjadi pintar, karena kamu pasti malu menjadi bodoh di antara mereka, sehingga kamu berusaha untuk menjadi pintar.” Ini suatu kalimat yang penulis lupa menemukannya di mana.

Beberapa Efek-efek psikologis yang disebabkan ketidaksejahteraan, yaitu:

  1. Rendah diri. Seseorang atau komunitas tidak berani bersosialisasi di antara orang-orang yang dianggapnya ‘lebih’ dibanding dirinya. Perihal rendah diri ini akan menghadapi kesulitan untuk berkembang, baik secara berpikir dan berperilaku. Jelas, masalah ini merupakan unsur penting bagi kemajuan suatu bangsa, karena bangsa yang maju terletak pada rakyatnya. Bagaimana negara mau maju, jika rakyatnya memiliki rendah diri terhadap dirinya sendiri, sedangkan negara membutuhkan orang-orang atau rakyat yang berani tampil di depan umum dan di depan bangsa asing.
  2. Negative thinking atau berpikir negatif. Awal  berpikir negatif bisa berasal dari sifat rendah diri. Seseorang bisa merasa atau menganggap orang lain punya berpikiran yang tidak-tidak terhadap dirinya. Misal, ia merasa direndahkan, diremehkan, diacuhkan, disalahkan, dibenci dan sebagainya, oleh orang lain, sehingga ia menutup diri dan otomatis menghambat perubahan yang lebih baik dari dirinya. Seseorang atau kelompok pun bisa berniat melakukan hal-hal merugikan bagi dirinya dan bagi orang lain. Contohnya, karena merasa miskin atau bodoh, timbul rasa dengki, iri hati, niat berbuat curang, mencuri, menjual barang haram, dan lainnya. Kondisi ini pun, setiap hari Anda temukan dan di mana pun berada, bahkan Anda sendiri pernah merasakan hal ini, bukan? “Suatu niat baik akan berbuah kebaikan, dan niat buruk berbuah keburukkan bila Anda tidak mampu mematahkan kehadiran niat buruk tersebut.
  3. Perilaku negatif. Jelas, berasal dari pikiran negatif. Pikiran merangsang niat  dan jika Niat buruk yang tak bisa ditahan, dapat mengakibatkan perbuatan yang tidak baik, bahkan menghasilkan perilaku yang seseorang itu pun bisa melakukan sesuatu di luar kehendaknya. Seseorang telah lama hidup kekurangan secara ekonomi dan pendidikan, dan ia sering menghadapi tekanan-tekanan dari pihak luar. Contoh, karena berpendidikan rendah, seseorang itu digaji rendah oleh atasannya yang notabene adalah tuan tanah, sang pemilik hektaran sawah. Ia bekerja tanpa mengenal lelah, suatu hari tuan tanah marah karena hasil panen tidak memenuhi targetnya dan upah pun dikurangi. Ia pun berontak dan mengamuk sekaligus mengajak pekerja lain melakukan demo. Karena mengalami nasib yang sama, pekerja lain pun setuju melakukan demo dan juga menghancurkan hasil panen. Terjadilah ketidakwarasan akibat lelah serba kekurangan, tubuh dan pikiran yang tergerus nasib. Ini hanya satu contoh dari beribu peristiwa yang membuat orang-orang sudah tidak mampu lagi menjalani kehidupan serba minus dalam waktu panjang maupun waktu pendek. Ya, masalah gaji dan pendidikan, memang hal sensitif, apa jadinya bila rakyat Indonesia masih mengalami hal ini terus-menerus? Contoh dampak lain yang mudah ditemukan adalah pertengkaran, adu domba, tidak adanya sifat kekeluargaan, kerusuhan, mengeluarkan kata-kata tidak senonoh (seperti yang terjadi di sosial media saat ini), fitnah dan perpecahan besar yang menyangkut banyak pihak. Hal ini “mungkin” disebakan oleh rasa muak menahun terhadap Pemerintahan yang tidak memikirkan kesejahteraan rakyat secara merata. Bisa Anda bayangkan. satu orang yang berperilaku negatif bisa membuat orang-orang terpecahbelah dan Indonesia krisis kepribadian serta menjadi bangsa yang mundur.
  4. Depresi. Ketiga efek di atas bisa menyebabkan seseorang menjadi  depresi tanpa mengenal usia. Hasil perbuatan dan pengaruh trauma atau peristiwa yang dialaminya, dapat mengakibatkan seseorang menjadi depresi. Depresi merupakan gangguan mental yang setiap orang berpeluang mengalaminya. Menurut Rice PL, “depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental seseorang (berpikir,berperasaan dan berperilaku). Umumnya, mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.” Sepertinya, tidak perlu lagi dijelaskan apa saja penyebab depresi. Penulis hanya ingin meminta Anda membayangkan sekali lagi, apa yang terjadi jika bangsa Indonesia, rakyatnya banyak mengalami depresi? Apakah Anda ingin bangsa Indonesia disebut Bangsa yang depresi?! Tentu, tidak bukan?

 Keempat dampak negatif secara psikologi di atas, hanyalah 4 dampak yang disebutkan, banyak dampak negatif lain yang bisa diuraikan lagi  secara detil. Dan keempat dampak negatif tersebut adalah faktor vital yang tidak bisa disepelekan begitu saja.  Tidak heran, mengapa Prabowo-Hatta selalu menekankan berulang-ulang kesejahteraan dan menyebut ‘kebocoran’ di dalam penjelasan programnya. baik secara online maupun offline. Kebocoran anggaran – dalam pengertian Prabowo-Hatta – ini bisa diatasi untuk menyejahterakan rakyat dan tentu krisis di bidang apa pun. Anehnya, tidak sedikit rakyat mentertawakan kata ‘kebocoran’ ini. Bukankah seharusnya Anda berpikir positif,  dan segera bangkit membantu memajukan Indonesia.

Siapa pun Presiden dan Wakil Presiden Anda, mulailah berpikir sehat dan positif. Tularkan jiwa-jiwa positif Anda secara meluas untuk Indonesia yang Anda miliki. “Kebaikan akan menularkan kebaikan” , “Positif akan menghasilkan nilai positif” , saling menyerang kubu tetangga dengan celotehan dan perbuatan yang tidak pantas, menunjukan Anda krisis keperibadian. Ayo, berikan Indonesia yang terbaik untuk kita semua dan masa depan cucu-cucukita.

Sumber: www.bps.go.id dan www.duniapsikologi.com

                  Gambar diambil dari: www.lowyinterperter.org